Harga Minyak Rendah Dinilai Berefek Positif Bagi Ekonomi Indonesia

Arief Kamaludin|KATADATA
Bank Indonesia
Penulis: Safrezi Fitra
25/1/2016, 17.31 WIB

Selain itu, tingkat inflasi juga akan menurun jika pelemahan harga minyak ini diikuti dengan penurunan harga BBM oleh pemerintah.  Bila inflasi menurun, tentu akan menjadi pertimbangan bagi BI dalam menetapkan kebijakan moneter. Bahkan, kata dia, masih terbuka ruang bagi untuk menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) jika inflasi dan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) membaik. (Baca: Harga Minyak Rendah, BI Berpeluang Turunkan Lagi Suku Bunga)

Senior Ekonom Standard Chartered Aldian Taloputra menambahkan dengan harga minyak yang rendah, seharusnya pemerintah bisa menindaklanjutinya dengan menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM). Karena penurunan harga BBM bisa berdampak baik bagi pertumbuhan ekonomi.

“Itu akan jaga inflasi dan harapan menjaga daya beli masyarakat. Kami perkirakan konsumsi rumah tangga di kisaran lima persen, karena pemerintah belum adjust penurunan harga minyak ke harga BBM,” kata Aldian. (Baca: Harga Premium Dinilai Tidak Wajar)

Dia yakin pemerintah baru akan melakukan penyesuaian harga BBM pada kuartal II. Namun, dia tidak bisa memperkirakan berapa besar penurunan harganya. Menurut dia, dengan asumsi harga minyak dunia US$ 40 per barel dan nilai tukar rupiah sebesar Rp 14.300 per dolar Amerika Serikat (AS), maka harga BBM jenis Premium seharusnya Rp 6.300 per liter.

Untuk diketahui, harga minyak jenis WTI dan Brent saat ini berada di kisaran US$ 31 per barel per barel. Sedangkan nilai tukar rupiah berdasarkan kurs tengah BI hari ini berada di level Rp 13.874 per dolar AS. Dengan kondisi ini seharusnya harga Premium bisa lebih rendah dari Rp 6.000 per liter.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati