Diskusi Ditjen Pajak-DPR soal Tax Amnesty Dipertanyakan

KATADATA
Pengampunan pajak baru-baru ini dibicarakan dalam diskusi terbatas Direktorat Jenderal Pajak dengan sejumlah politisi dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Penulis: Safrezi Fitra
29/5/2015, 15.52 WIB

Wacana tax amnesty muncul didasari oleh pertimbangan bahwa negara akan mendapat penerimaan pajak lebih besar dari para wajib pajak yang selama ini menyembunyikan kekayaannya, khususnya di luar negeri.

Menurut kalkulasi Aviliani, ada sekitar Rp 1.500 orang Indonesia yang menempatkan dananya  di luar negeri. Jika itu bisa ditarik, ada potensi penerimaan negara hingga Rp 100 triliun.

Sebagai bagian dari upaya penarikan dana tersebut, diakuinya bahwa dalam FGD dibahas ihwal pengampunan pajak terhadap semua wajip pajak yang terkena perkara pidana, termasuk untuk para koruptor, kecuali teroris dan pelaku narkoba.

?Kuncinya, kepercayaan wajib pajak terhadap negara. Harus nyaman, jangan sampai dikasuskan kembali begitu ganti pemerintah,? ujarnya.

(Baca: Pemerintah Akan Terapkan Tax Amnesty pada 2017)

Kapan beleid ini akan diberlakukan, dalam FGD memang disimpulkan tidak bisa diterapkan pada tahun ini. Butuh persiapan mengenai pembahasan aturan dan teknisnya, yang baru bisa dilakukan tahun depan.

Penerapan aturan ini pun harus terintegrasi dengan aturan dan pemangku kepentingan lainnya. Kuncinya, sistem perpajakan harus dibenahi terlebih dahulu. Jika sistem perpajakannya sudah baik, akan secara otomatis bisa berintegrasi dengan penegak hukum lainnya.

Sebelumnya, Ditjen Pajak sempat menyatakan akan menerapkan pengampunan pajak secara hukum bagi pelaku pelanggaran di sektor keuangan pada 2017. Skema yang diusulkan merupakan tax amnesty yang diperluas.

Dirjen Pajak Sigit Pramudito mengatakan, pemberian pengampunan ini bukan disebut tax amnesty, melainkan legal amnesty (pengampunan hukum) atau special amnesty (pengampunan khusus) seperti yang diterapkan di Afrika Selatan.

Adapun, fokus pemberian pengampunan tersebut adalah untuk menarik dana yang terparkir di luar negeri, yang potensi pajaknya diperkirakan mencapai Rp 100 triliun.

Saat ini, rencana pemberian pengampunan tersebut masih dibahas bersama institusi penegak hukum lain, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Kepolisian. ?DPR yang mengumpulkan,? katanya.

Indonesia pernah memberlakukan kebijakan tax amnesty pada 1984. Namun, kebijakan ini dinilai tidak efektif, karena kurang direspons oleh wajib pajak. Selain itu, kebijakan ini diberlakukan tanpa dibarengi dengan pembenahan sistem administrasi perpajakan.

Halaman:
Reporter: Ameidyo Daud Nasution