Andrinof: Anggaran untuk Kaltim Sudah Besar
KATADATA ? Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Andrinof Chaniago meminta Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menggunakan anggarannya secara maksimal.
Kalau perlu, pemerintah pusat akan memberikan bantuan anggaran infrastruktur yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Kendati, kata dia, anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Provinsi Kaltim merupakan salah satu yang terbesar di Tanah Air.
?Yang didapat mereka sudah luar biasa, masih ada (Provinsi) yang dapat Rp1 triliun bahkan kurang dari angka itu,? kata Andrinof saat ditemui Katadata di kantornya, Jumat (9/1).
Seperti diberitakan, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menuntut diberi status otonomi khusus. Mereka menilai pemerintah pusat tidak adil dalam memberikan dana bagi hasil kekayaan minyak dan gas bumi (migas).
Tuntutan ini disampaikan Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak saat berpidato dalam rapat paripurna hari ulang tahun Provinsi Kaltim di Gedung DPRD, Kaltim, kemarin, Kamis (8/1). Dalam pidato tersebut, Awang menilai provinsi yang kaya akan migas tersebut masih terbelakang dalam pembangunan infrastruktur.
Anggota DPRD Kaltim dari Fraksi Partai Amanat Nasional Siti Qomariah mengatakan, tuntutan Awang Faroek tersebut merupakan letupan kekecewaan terhadap pemerintah pusat. Pucuk utamanya adalah soal pembagian dana bagi hasil (DBH) dari produksi migas.
Selama ini, Provinsi Kaltim sesuai Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah hanya menerima 15,5 persen DBH dari sektor migas. Bahkan angka itu pun masih dikurangi beban penggantian biaya produksi migas (cost recovery), sehingga yang diterima Kaltim hanya sebesar 3 persen.
Sementara Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Provinsi Papua yang memiliki status otonomi khusus memperoleh DBH dari sektor migas hingga 70 persen. ?Jadi ini problem utamanya,? kata Siti yang dihubungi Katadata, kemarin.
Makanya, dia meminta, pemerintah pusat dan DPR mau merevisi Undang-Undang Nomor 33 tersebut, terutama terkait besaran rasio DBH menjadi 20 persen sampai 50 persen. ?Kami tidak meminta seperti Papua atau Aceh, namun minimal lebih besar dari yang sekarang (15,5 persen),? ujarnya.
Rendahnya DBH tersebut tercermin dari APBD Provinsi Kaltim yang pada tahun ini hanya Rp 10 triliun. Padahal, provinsi itu mengklaim menyumbang devisa ke negara dari pertambangan dan migas hingga Rp 400 triliun.
Ketua Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert E. Jaweng mengatakan, permintaan Kaltim tersebut semata-mata ingin mewujudkan keadilan fiskal pasca-pelaksanaan otonomi daerah.
Dia juga menyoroti perpindahan 70 persen urusan pusat ke daerah yang hanya dibarengi dengan 30 persen sampai 31 persen perpindahan fiskal pusat ke daerah. ?Ini yang namanya pusat membebani daerah,? ujar Robert.
Kendati demikian, tuntutan otonomi khusus Kaltim akan banyak menemui rintangan. Ini lantaran belum memiliki beberapa aspek kekhususan seperti aspek historis (Yogyakarta), administrasi pemerintahan (DKI Jakarta), serta aspek politik (Aceh dan Papua).
Menurut Robert, permasalahan ini akan dapat selesai apabila Undang-Undang Nomor 33 direvisi. ?Intinya pusat harus mewujudkan keadilan fiskal,? kata dia.