Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan, akan membantu Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menangani penyelesaian utang PT Garuda Indonesia Tbk.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman menjelaskan, pihaknya tengah memikirkan beberapa alternatif solusi atas utang sukuk global Garuda Indonesia senilai US$ 500 juta atau sekitar Rp 7,5 triliun (asumsi Rp 15.000 per dolar) yang jatuh tempo 3 Juni 2020.
"Solusi saat ini tengah dibicarakan dengan Kementerian BUMN, selaku kementerian yang menaungi Garuda Indonesia," kata Luky, dalam video conference, Jumat (8/5).
Sebelumnya, Garuda Indonesia telah mengirimkan surat kepada para pemegang sukuk global untuk melakukan dialog konstruktif terkait utang tersebut. Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Fuad Rizal menjelaskan, negosiasi tersebut merupakan salah satu upaya perusahaan memastikan keberlangsungan usaha.
Upaya menjalin komunikasi dengan para pemegang sukuk, juga menjadi salah satu cara Garuda Indonesia memastikan pengelolaan perusahaan secara proaktif di tengah ketidakpastian industri penerbangan karena pandemi corona.
(Baca: Garuda Ingin Negosiasi Utang Sukuk US$ 500 Juta yang Jatuh Tempo Juni)
Pada 31 Desember 2019, saldo utang sukuk tersebut sebesar US$ 498,99 juta. Di dalamnya, termasuk biaya transaksi pernah ditangguhkan sebanyak US$ 1 juta.
Sukuk bernama Garuda Indonesia Global Sukuk Limited tersebut, diterbitkan pada 3 Juni 2015 di Bursa Singapura atau Singapore Exchange. Tujuan penerbitannya, adalah untuk reprofiling utang Garuda Indonesia.
Sukuk ini memiliki tingkat suku bunga tetap tahunan sebesar 5,95%, dengan pembayaran bunga setiap enam bulan. Sementara, pembayaran pokok sukuk dilakukan secara penuh pada saat jatuh tempo, 3 Juni 2020.
Untuk membayar utang tersebut, Garuda sempat membuka opsi menerbitkan sukuk global dan instrumen pendanaan lainnya senilai US$ 900 juta setara Rp 12,59 triliun pada awal tahun ini.
(Baca: Utang Rp 7,5 T Jatuh Tempo Mei-Juni, Garuda Nego Tunda Bayar ke Bank)