Penerimaan Negara Berpotensi Hilang Rp 2,6 T Akibat 'Diskon' Rokok

ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA
Meski tarif cukai dan harga eceran rokok telah dinaikkan awal tahun ini, negara masih memberikan 'diskon' harga penjualan rokok.
18/6/2020, 16.05 WIB

Namun pelaksana tugas (Plt.) Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Oka Kusumawardani menyebut aturan harga jual akhir rokok kepada konsumen boleh 85% bukan tanpa alasan. "Kebijakan itu untuk memberi ruang gerak produsen. Jadi itu bukan diskon," kata Oka dalam diskusi yang sama.

(Baca: Pandemi Corona, Pabrik Rokok Boleh Tunda Bayar Cukai Hingga 3 Bulan)

Dia mengungkapkan bahwa sejauh ini pendapatan negara melalui bea dan cukai masih bisa tumbuh positif. Tercatat, penerimaan bea dan cukai per Mei 2020 yakni sebesar Rp 81,51 triliun, tumbuh 12,15% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Namun, pertumbuhan tersebut terlihat melambat karena tahun lalu penerimaan bea dan cukai tumbuh hingga 35,12%. Oka menjelaskan bahwa perlambatan tersebut disebabkan kontraksi pertumbuhan penerimaan di pos penerimaan cukai, bea masuk, dan bea keluar.

Pertumbuhan penerimaan cukai dari minuman mengandung ethil alkohol anjlok 27,32% dari Rp 2,46 triliun menjadi Rp 1,79 triliun. Sedangkan penerimaan cukai lainnya juga turun 27,83%.

Sementara bea masuk terkontraksi hingga 7,86% dari Rp 14,97 triliun menjadi Rp 13,79 triliun. Penerimaan bea keluar juga turun 27,45% dari Rp 1,5 triliun menjadi Rp 1,09 triliun.

(Baca: Imbas Wabah Corona, Penerimaan Kepabeanan Turun Lebih dari 5%)

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria