Pemerintah memperkirakan daya beli masyarakat yang hilang sejak 30 Maret hingga 6 Juni 2020 mencapai Rp 362 triliun. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Suharso Monoarfa menyebut, perhitungan tersebut dibuat berdasarkan jam kerja masyarakat yang hilang akibat pandemi corona.
"Kira-kira selama 10 minggu hitungan kami, pandemi corona ini membuat masyarakat kehilangan jam kerja yang luar biasa. Hitungan kami sekitar RP 362 triliun," ujar Suharso dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Senin (22/6).
(Baca: Gelombang PHK Sebabkan Daya Beli Kelas Menengah - Bawah Anjlok 30%)
Hal ini, menurut dia, menjelaskan penurunan penghasilan UMKM yang drastis. Utilisasi industri manufaktur juga turun, bahkan ada yang hanya tersisa 30%. Oleh karena itu, pemerintah memberikan berbagai jaring pengaman sosial untuk menjaga daya beli masyarakat.
"Ini diharapkan dapat menahan kontraksi ekonomi yang terjadi pada kuartal II 2020," jelas dia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan kedua 2020 dari minus 3,1% menjadi minus 3,8%. "Kita masih beruntung pada kuartal I masih bisa tumbuh 2,97%. Namun kuartal II ini memang kita akan hadapi tekanan yang tidak mudah," kata Sri Mulyani.
(Baca: Mendag Sebut Kerugian Pusat Belanja Selama 2 Bulan Tutup Rp 12 Triliun)
Ia juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini hanya akan berada di kisaran 0,4% sampai 1%. Penyebabnya yaitu kemungkinan kontraksi ekonomi yang cukup dalam pada kuartal II 2020. "Sebelumnya kami perkirakan upper-nya 2,3%, sekarang kami revisi agak turun ke 1%," terang dia.