Sinyal Ekonomi Kuartal II Suram, BI Pangkas Lagi Bunga Acuan Jadi 4%

ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyebut penurunan bunga acuan dilakukan untuk mendorong pemulihan ekonomi.
16/7/2020, 14.46 WIB

Sebelumnya, Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia Ryan Kiryanto menyebut realisasi inflasi hingga Juni masih rendah sehingga otoritas moneter memiliki ruang  untukmenurunkan suku bunga 25 basis poin ke 4%. " Tapi pada rapat dewan gubernur kali ini sebaiknya  suku bunga ditahan saja, kurs rupiah masih volatile," kata Ryan kepada Katadata.co.id, Kamis (16/7).

Kurs rupiah saat ini masih dilanda sentimen negatif dari bertambahnya kasus positif Covid-19 dalam negeri. Padahal, kasus positif di negara lain sudah melandai.

Mengutip Bloomberg, nilai tukar rupiah dibuka menguat 0,19% ke level Rp 14.560 per doalr Amerika Serikat (AS) pagi ini. Berdasarkan kurs Jakarta Interbank Spot Dolar Rate  kemarin, mata uang Garuda sudah menyentuh level Rp 14.616 per dolar AS.

Sementara untuk kebijakan lainnya seperti suku bunga deposito dan suku bunga pinjaman, Ryan juga memperkirakan BI belum akan merubahnya. Begitu pula dengan kebijakan pelonggaran likuiditas. "Steady saja," ujarnya.

Senada, Pengamat Ekonomi Institut Kajian Strategis Universitas Kebangsaan RI Eric Sugandi turut memprediksi bank sentral akan mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate di angka 4,25%. "Dengan mempertimbangan bahwa rupiah sedang mengalami tren pelemahan," kata Eric pada waktu yang berlainan.

(Baca: Terdampak Pandemi, Ekonomi Indonesia Dinilai Sudah di Ambang Resesi)

Selain itu, ia menilai bahwa BI perlu meyakinkan para pelaku pasar bahwa otoritas moneter tetap berusaha
mengendalikan inflasi di tengah resiko peningkatan inflasi akibat kebijakan pembagian beban pembiayaan utang pemerintah.

Eric mengungkapkan skema pembagian beban pembiayaan utang pemerintah berpotensi menaikkan inflasi ke kisaran 5% - 6% tahun ini, sebelum berangsur turun ke kisaran 3,0% - 3,5% tahun 2021. "Tanpa skema ini, inflasi di kisaran 2,7% - 3% tahun ini," ujarnya.

Sebagaimana diketahui, BI  dan pemerintah menyepakati skema pembagian beban alias burden sharing pembiayaan utang pemerintah untuk pemulihan ekonomi nasional. Bank sentral akan menanggung sepenuhnya pembiayaan barang publik senilai Rp. 397,6 triliun melalui pembelian Surat Berharga Negara dengan mekanisme penempatan langsung dengan nilai kupon sebesar bunga acuan BI  tenor 3 bulan.

Pembiayaan barang non-publik untuk UMKM senilai Rp 123,5 triliun dan korporasi senilai Rp 53,6 triliun dilakukan melalui penjualan SBN, dan pemerintah menanggung setengah dari nilai kupon sebesar suku bunga acuan tenor 3 bulan dikurangi 1% sementara sisanya ditanggung oleh BI. Sedangkan, pemerintah menanggung sepenuhnya pembiayaan barang non-publik lainnya senilai Rp 329 triliun dengan mengikuti suku bunga pasar. 

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria