RI Gandeng Banyak Negara dan Lembaga Lawan Covid-19 & Pulihkan Ekonomi

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Menkeu Sri Mulyani (kanan) didampingi Wamenkeu Suahasil Nazara (kiri). Kementerian Keuangan berupaya untuk bisa memulihkan ekonomi dari dampak pandemi corona.
20/9/2020, 14.06 WIB

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memanfaatkan forum pertemuan dan kerja sama dengan negara-negara G20, ASEAN+3 dan Bank Pembangunan Asia (ADB) untuk menangani pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi. Salah satu caranya dengan merumuskan kebijakan fiskal yang prudent. 

Kebijakan fiskal tersebut ditargetkan dapat memberikan perlindungan kesehatan kepada masyarakat, menjaga tingkat konsumsi masyarakat terutama kalangan menengah ke bawah, dan mendukung keberlangsungan sektor usaha.

Pemerintah Indonesia memang melonggarkan aturan defisit anggaran menjadi lebih 3% untuk menangani dampak pandemi. "Meski begitu pemerintah berkomitmen kembali melaksanakan disiplin fiskal dengan menjadi kurang dari 3% pada tahun 2023,” kata Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam pertemuan para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara-negara ASEAN+3 pada Jumat (18/9), seperti dikutip dari siaran pers Minggu (20/9).

Pertemuan tersebut digelar dalam Sidang Tahunan Asian Development Bank (ADB) pada 16-18 September 2020. Rangkaian pertemuan internasional tersebut dihadiri para Menteri Keuangan (Menkeu) dan Menteri Kesehatan negara-negara G20.

Suahasil juga menekankan pentingnya pengembangan kebijakan reformasi struktural dengan pendekatan inklusif secara luas di berbagai sektor termasuk pendidikan, teknologi digital, tenaga kerja, infrastruktur, dan perbaikan iklim usaha.

Dalam konteks kerja sama regional, Indonesia mendorong penguatan kerja sama kawasan ASEAN+3 untuk memastikan pemulihan ekonomi di kawasan dapat mendorong pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Indonesia dan negara anggota ASEAN+3 lainnya juga berkomitmen terus mengembangkan berbagai inisiatif kerja sama, seperti Chiang Mai Initiative Multilateralization (CMIM), ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO), dan Asian Bond Market Initiative (ABMI). Hal itu untuk memperkuat stabilitas ekonomi dan keuangan kawasan.

Penguatan kerja sama itu sangat relevan untuk menghadapi dampak negatif pandemi Covid-19 yang sangat besar. Ke depan, kerja sama kawasan ASEAN+3 akan terus diperkuat, melalui berbagai kerja sama strategis baru pada beberapa area, seperti pembiayaan infrastruktur dan asuransi bencana.

Khusus untuk pembiayaan infrastruktur, Indonesia berharap agar inisiatif strategis baru tersebut dapat menjawab kebutuhan pembangunan di kawasan terutama untuk pengembangan infrastruktur digital.

Khusus asuransi bencana, inisiatif sudah sejalan dengan prioritas nasional dalam mengimplementasikan dan mengembangkan strategi Pembiayaan dan Asuransi Risiko Bencana (PARB) Indonesia.

Perkuat Kerja Sama dengan Negara G20

Dalam rangkaian acara tersebut, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara-negara G20  menyepakati aksi global bersama dalam menghadapi pandemi Covid-19, serta dampaknya terhadap kesehatan, sosial dan ekonomi.

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, pandemi Covid-19 merupakan wake-up call bagi dunia, terutama terkait pentingnya investasi dalam pengembangan kapasitas kesiapan dan respon menghadapi pandemi.

Pemerintah pun terus memperkuat sektor kesehatan dalam rangka memastikan akses bagi setiap orang terhadap layanan kesehatan yang berkualitas. Di sisi lain, Indonesia juga berupaya memulihkan ekonomi dengan memberikan dukungan terhadap masyarakat yang terdampak, termasuk UMKM dan dunia usaha.

"Langkah-langkah penanganan tersebut tentunya membutuhkan alokasi anggaran yang besar, yang menuntut dilakukannya penajaman prioritas anggaran serta tetap menjaga keberlangsungan fiskal,” kata Sri Mulyani dalam pertemuan G20 secara virtual yang bertajuk “Key Role In Responding To The Current Crisis And Addressing Gaps In Global Pandemic Preparedness And Response” pada Kamis (17/9) dikutip dari siaran pers pada Minggu (20/9).

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tidak ada negara yang sepenuhnya siap menghadapi pandemi yang menyebar secara cepat dan berdampak besar pada kehidupan. Terdapat ketimpangan atas kapasitas pandemic preparedness, baik pada level nasional maupun level global.

Pada level nasional, kesenjangan kapasitas tersebut pada umumnya terletak pada kapasitas sistem surveillance pandemi yang belum kuat, sistem kesehatan yang terbatas, koordinasi antarlembaga yang belum efektif, dan komunikasi publik yang belum optimal.

Sedangkan pada level global, kesenjangan kapasitas mencakup pada kemampuan untuk melakukan proses surveillance and prevention yang terbatas, kapasitas sistem kesehatan dan supply chain yang masih lemah, koordinasi kepemimpinan global yang belum optimal dan koordinasi research and development yang belum kuat.

Sri Mulyani pun menyebut peran G20 bersama lembaga pembangunan multilateral dan organisasi internasional, termasuk WHO, sangat penting dalam upaya mengendalikan Covid-19 dan mendorong pemulihan perekonomian global.

Di sisi lain, para Menteri Keuangan dan Menteri Kesehatan G20 menegaskan pentingnya prinsip adil, merata dan terjangkau (fair, affordable and equitable) bagi semua negara di dunia atas akses terhadap peralatan medis dan obat-obatan yang dibutuhkan, termasuk vaksin Covid-19.

Dalam mendukung hal tersebut, G20 mendorong aksi global melalui inistiatif Covid-19 Tools Accelerator (ACT-A) dan COVAX Facility, serta mendukung voluntary licensing of intellectual property. Sedangkan lembaga pembangunan multilateral didorong untuk meningkatkan dukungan mereka bagi pemenuhan kebutuhan pembiayaan bagi negaranegara yang membutuhkan.

Negara-negara G20 akan melanjutkan implementasi kebijakan untuk melindungi nyawa, menjaga lapangan pekerjaan dan pendapatan, mendukung pemulihan ekonomi global, serta meningkatkan ketahanan sistem kesehatan dan sistem keuangan. Presiden ADB menyampaikan bahwa ADB berkomitmen untuk bermitra dengan negara-negara berkembang di Asia dan Pasifik untuk mencapai tujuan pemulihan kawasan dari pandemi Covid-19.

ADB akan terus menjaga kepercayaan para negara anggota sebagai mitra setia selama masa-masa sulit, antara lain dengan memberikan dukungan pembiayaan untuk mengatasi dampak Covid-19 dan memulihkan perekonomian senilai US$20 miliar.  ADB terus berkomitmen untuk mencapai Asia dan Pasifik yang makmur, inklusif, tangguh, dan berkelanjutan, serta tetap berupaya untuk memberantas kemiskinan ekstrem.

Dalam Sidang Tahunan ADB ke-53 yang diselenggarakan secara virtual pada tanggal 16-18 September 2020, ADB mendukung negara-negara anggotanya dalam enam bidang utama, yaitu mendorong kerja sama dan integrasi regional untuk membantu para anggota memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh institusi global, memperkuat investasi di bidang kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial.

Kemudian, membangun sumber daya manusia yang dibutuhkan perekonomian dalam jangka panjang, mempercepat upaya untuk mengatasi perubahan iklim, berinvestasi pada teknologi informasi dan data untuk kesehatan, pendidikan, pembiayaan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah; dan kerja jarak jauh.

ADP juga mendukung upaya mengatasi kesenjangan digital dan keamanan dunia maya, membantu anggotanya memperkuat mobilisasi sumber daya domestik melalui kerja sama perpajakan internasional, dan mendukung pengembangan vaksin yang aman dan efektif, dan untuk merumuskan strategi penyampaian yang adil. Untuk mewujudkannya, ADB akan terus memperkuat kerja sama dengan WHO, Bank Dunia (WB), GAVI, Aliansi Vaksin, ahli vaksin, dan perusahaan farmasi.

Pada bidang kesehatan, negara-negara anggota ADB menekankan pentingnya Universal Health Coverage (UHC) dan perlunya kolaborasi yang lebih kuat untuk memobilisasi pembiayaan perawatan kesehatan. Dalam Strategi 2030, ADB telah berkomitmen untuk mendukung upaya anggotanya yang sedang berkembang untuk mengejar dan mencapai UHC.

Untuk bidang perpajakan, ADB membangun Regional Hub untuk mempromosikan berbagi pengetahuan dan memperkuat kerja sama dalam bidang kebijakan perpajakan dan administrasi perpajakan lintas ekonomi di Asia Pasifik dan mitra pembangunan.

Regional Hub akan fokus pada Domestic Resource Mobilization dan International Tax Cooperation melalui kolaborasi erat antara otoritas keuangan dan pajak di negara berkembang, dan organisasi internasional seperti Dana Moneter Internasional (IMF), OECD, dan Bank Dunia. Regional Hub akan memfasilitasi pertukaran informasi, berbagi pengetahuan, dan dialog kebijakan.

Dalam pertemuan tersebut, negara-negara donor ADB membahas mengenai skema hibah untuk membantu negara-negara miskin dan rentan di Kawasan Asia Pasifik. Negara-negara donor sepakat untuk menambah ketersediaan dana Asian Development Fund (ADF) periode 13 sebesar lebih dari US$4 miliar untuk empat tahun ke depan dimulai dari 2021 hingga 2024.

Dalam hal ini, Indonesia sebagai pemegang saham terbesar ke-6 di ADB dan Ketua untuk negara-negara Konstituen Suite 5, berkontribusi sebesar US$12 juta. Hibah ADF13 akan dialokasikan antara lain untuk sektor kesehatan, risiko bencana, adaptasi perubahan iklim, gender, infrastruktur, dan good governance.

Bagi Indonesia, ADB merupakan mitra pembangunan yang banyak memberikan dukungan, baik saat pemerintah gencar melaksanakan reformasi maupun pada saat Indonesia mengalami bencana. “Kami sangat menghargai dukungan kuat ADB untuk Indonesia selama bertahun-tahun dan kecepatan tanggapan ADB serta keterlibatannya yang erat dan aktif dengan pemerintah selama krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya ini. Strategi kemitraan menempatkan ADB sebagai mitra utama dengan solusi inovatif untuk tantangan pembangunan yang kompleks,” kata Sri Mulyani.

Pada masa pandemi, ADB menyetujui fast track financing program senilai US$1,5 miliar untuk mendukung upaya Pemerintah Indonesia dalam menanggulangi dampak pandemi Covid-19 terhadap kesehatan masyarakat, mata pencaharian, dan perekonomian. Selain itu, ADB juga memberikan dukungan melalui program Contingent Disaster Financing (CDF).