Dibuka Menguat, Rupiah Berpotensi Tertekan Imbal Hasil Obligasi AS

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/foc.
Petugas menunjukkan angka pada kalkulator di tempat penukaran uang Dolarindo, Melawai, Jakarta, Rabu (22/7/2020).
2/6/2021, 09.35 WIB

Nilai tukar rupiah menguat 0,12% ke level Rp 14.262 per dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan pasar spot pagi ini, Rabu (2/6). Meski begitu, kurs Garuda berpotensi melemah karena imbal hasil (yield) obligasi AS naik.

Sebagian mata uang Asia tercatat menguat. Dikutip dari Bloomberg, dolar Hong Kong naik 0,01%, dolar Singapura 0,04%, dolar Taiwan 0,08%, yuan Tiongkok 0,06%, dan ringgit Malaysia 0,02%.

Sedangkan yen Jepang turun 0,08%, won Korea Selatan 0,17%, peso Filipina 0,11%, rupee India 0,39%, dan baht Thailand 0,02%.

Analis Pasar Uang Ariston Tjendra menyampaikan, yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun kembali naik ke level 1,61% pagi ini. "Kenaikan yield seiring dengan ekspektasi kenaikan inflasi di AS," ujar Ariston kepada Katadata.co.id, Rabu (2/6).

Data indikator inflasi Negeri Paman Sam yang dirilis Jumat (28/5) menunjukkan adanya kenaikan 3,1% secara tahunan pada April. Saat berita ini ditulis, indeks dolar AS juga menguat 0,07% ke level 89.89.

Di dalam negeri, Ariston menilai bahwa pasar menunggu rilis data inflasi Mei Indonesia. Berdasarkan konsensus analis, inflasi bulan lalu diperkirakan naik 1,67% secara tahunan (year on year/yoy).

"Angka aktual yang sesuai ekspektasi mungkin bisa menahan pelemahan rupiah karena menunjukkan kondisi inflasi Indonesia yang masih cukup stabil," kata Ariston.

Menurut dia, optimisme pasar terhadap pemulihan ekonomi dunia bisa menahan pelemahan nilai tukar rupiah. Ia pun memperkirakan, mata uang Garuda berpotensi melemah ke kisaran Rp 14.330 atau menguat ke level Rp 14.230 per dolar AS.

Reuters melaporkan, yield obligasi AS yang cenderung datar lalu sedikit tergerak oleh data manufaktur Negeri Adidaya, menunjukkan permintaan kuat di sektor ini. Bahkan ketika industri menghadapi kekurangan tenaga kerja dan bahan baku.

Institute for Supply Management (ISM) mengatakan bahwa indeks aktivitas pabrik nasional meningkat pada Mei. Ini karena permintaan meningkat, didorong oleh pembukaan kembali bisnis dan stimulus fiskal.

Tetapi, permintaan yang kuat membuat rantai pasokan bermasalah. Virus corona mengganggu aktivitas pegawai di produsen dan pemasok yang menyebabkan kekurangan bahan baku di seluruh industri.

Suku bunga surat utang AS tenor 10 tahun pun naik 2,2 basis poin menjadi 1,615% pada Selasa (1/6) waktu setempat. Sedangkan yield obligasi tenor dua tahun meningkat setengah basis poin menjadi 0,147%.

Data manufaktur mempertajam kurva imbal hasil paling dalam selama seminggu. Ini mencerminkan ekspektasi bahwa bank sentral AS akan mempertahankan suku bunga, bahkan ketika pembukaan kembali bisnis mendorong pertumbuhan ekonomi.

"Semua data ini positif untuk pertumbuhan manufaktur yang berkelanjutan ke depan. Tetapi masalah rantai pasokan menjadi kendala untuk saat ini," kata Direktur Pelaksana Bank Investasi Independen Multinasional dan Perusahaan Jasa Keuangan Raymond James, Ellis Phifer dikutip dari Reuters, Selasa (1/6).

Meski demikian, investor masih menahan diri untuk membuat langkah besar menjelang perilisan data pekerjaan AS pada Jumat (4/6). "Data ISM pagi ini, Beige Book besok, dan laporan ADP Kamis akan menjadi proxy tidak sempurna untuk rilis ketenagakerjaan Biro Statistik Tenaga Kerja," kata Kepala Strategi Suku Bunga AS di BMO Capital Markets, Ian Lyngen.

Reporter: Agatha Olivia Victoria