Kementerian Keuangan mencatat realisasi insentif pajak dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) 2021 mencapai Rp 45,1 triliun hingga semester I. Angka tersebut mencapai 71,7% dari alokasi Rp 62,83 triliun.
Staf Ahli bidang Kepatuhan Pajak Kementerian Keuangan Yon Arsal mengatakan lebih dari 300 ribu wajib pajak (WP) yang memanfaatkan insentif pajak tersebut. "Jadi rasanya serapannya sangat baik pada tahun ini dan betul-betul dimanfaatkan," kata Yon dalam Kajian Tengah Tahun INDEF 2021, Rabu (7/7).
Adapun realisasi tersebut terdiri dari insentif dunia usaha yang sebesar Rp 43,99 triliun, insentif properti Rp 160 miliar, dan insentif kendaraan bermotor Rp 930 miliar. Insentif dunia usaha meliputi pembebasan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 Rp 1,63 triliun kepada 90.858 pemberi kerja, PPh pasal 22 impor Rp 13,03 triliun pada 15.989 WP, dan PPh pasal 25 Rp 19,31 triliun untuk 69.654 WP.
Kemudian, restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) Rp 2,79 triliun kepada 1.564 WP, PPh pasal 25 badan Rp 6,84 triliun, serta PPh final UMKM Rp 380 miliar kepada 129.215 UMKM.
Selanjutnya, insentif perumahan yakni pembebasan PPN terealisasi Rp 160 miliar kepada 4.690 pembeli dan 709 penjual. Rinciannya, insentif tersebut diberikan untuk pembelian rumah di bawah Rp 1 miliar sebesar Rp 130,7 miliar sementara rumah senilai Rp 1-5 miliar senilai Rp 28,9 miliar.
Lalu, terdapat insentif kendaraan bermotor berupa pajak penjualan barang mewah (PPnBM) Rp 930 miliar yang diberikan kepada lima penjual. "Ini berhasil membuat produksi otomotif meningkat dan menggerakan ekonomi," ujar Yon.
Di sisi lain, ia menyebutkan penerimaan pajak semester I 2021 telah mencapai Rp 557,77 triliun atau 45,36% dari target Rp 1.229,6 triliun. Angka tersebut naik 4,9% dibandingkan realisasi pada periode sama tahun lalu yang tercatat Rp 531,77 triliun. “Ini menunjukkan peningkatan penerimaan yang relatif sangat siginifikan dan stabil," ujar dia.
Dilihat dari jenis pajaknya, hanya PPh Non Migas yang mengalami kontraksi pada semester I 2021 ini, yaitu minus 2,91% dibandingkan tahun lalu. Realisasi penerimaan jenis pajak itu mencapai Rp 303,17 triliun.
Sedangkan untuk PPN dan PPnBM, PBB dan pajak lainnya, serta PPh Migas mampu tumbuh positif pada semester I tahun ini, yakni masing-masing 14,84%, 22,69%, dan 23,54%. Secara perinci, PPN dan PPnBM terkumpul Rp 217,66 triliun, PBB dan pajak lainnya Rp 14,63 triliun, dan PPh Migas Rp 22,31 triliun.
Sebelumnya, Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center Bawono Kristiaji mengatakan kondisi ekonomi dan beragam insentif pajak yang diberikan pemerintah membuat kekurangan penerimaan atau shortfall pajak tidak bisa dihindari pada tahun ini. Meski demikian, ia memperkirakan pemerintah akan tetap menjaga defisit anggaran sesuai target 5,7% dari produk domestik bruto (PDB).
Menurut dia, strategi Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan saat ini dalam mengejar target penerimaan negara sebetulnya sudah cukup baik. Strategi tersebut, yakni upaya optimalisasi kepatuhan wajib pajak high wealth individual (HWI), penerimaan dari sektor digital, serta penggalian potensi dari sektor-sektor yang relatif memiliki daya tahan di tengah pandemi. "Namun masih terdapat beberapa catatan," kata Bawono kepada Katadata.co.id, pertengahan Maret 2021.
Terkait optimalisasi kepatuhan HWI, Bawono menyebutkan, terdapat tantangan yang terletak pada bagaimana mengoptimalkan informasi mengenai profil HWI seperti data keuangan, informasi pengendalian perusahaan, dan sebagainya. Sedangkan untuk pemajakan atas digital, konsensus pajak digital global diharapkan bisa membuka ruang optimalisasi penerimaan PPh dari perusahaan digital lintas yurisdiksi.
Selain itu, menurut dia, upaya untuk mengoptimalkan kepatuhan pajak dalam ekosistem digital dalam negeri perlu didorong. "Bisa melalui terobosan berbasis administrasi, semisal adanya kerjasama dengan platform digital dalam negeri untuk melakukan rekapitulasi data transaksi atau adanya mekanisme withholding tax," katanya.