Badan Pusat Statistik mencatat, neraca perdagangan pada Juni 2021 surplus US$ 1,32 miliar. Total surplus neraca perdagangan semester I tahun ini mencapai US$ 11,86 miliar.
Kepala BPS Maryo Yuwono menjelaskan, kinerja ekspor masih meningkat pada Juni 2021 mencapai 9,52% dibandingkan bulan sebelumnya dan melesat 54,46% dibandingkan Juni 2020 menjadi US$ 18,55 miliar. Sementara impor melonjak 21,03% dibandingkan Mei atau 239,38% dibandingkan Juni 2020 menjadi US$ 17,23 miliar.
"Neraca perdagangan pada Juni surplus US$ 1,32 miliar. Terlihat dari grafik, neraca perdagangan sudah surplus 14 bulan berturut-turun sejak Mei 2020. Ini kabar menggembirakan," ujar Margo dalam Konferensi Pers, Kamis (15/7).
Margo menjelaskan, ekspor migas melesat 27,23% dibandingkan Mei atau 117,15% dibandingkan Juni 2020 menjadi US$ 1,23 milir. Ekspor nonmigas juga naik 8,45% dibandingkan Mei atau 51,35% dibandingkan Juni 2020 menjadi US$ 17,31 miliar.
Kenaikan ekspor terutama didorong oleh kenaikan sejumlah harga komoditas yang masih berlanjut. Harga minyak mentah Indonesia atau ICP naik 7,42% secara bulanan atau 91,47% secara tahunan, harga batu bara melonjak 21,42% secara bulanan atau 148,94% secara tahunan, nikel naik 2,29% secara bulanan atau 21,27%, secara tahunan, dan timah naik 0,79% secara bulanan atau 93,3% secara tahunan.
Kenaikan ekspor pada Juni dibandingkan bulan sebelumnya terjadi pada seluruh sektor. Kenaikan tertinggi terjadi pada ekspor sektor pertanian mencapai 33%, disusul migas 27,23%, pertambangan 11,75%, dan industri pengolahan 7,34%. Sedangkan dibandingkan Juni 2020, kenaikan ekspor tertinggi terjadi pada sektor migas mencapai 117,15%, disusul pertambangan 92,8%, industri pengolahan 45,92%, dan pertanian 33,04%.
Berdasarkan tujuannya, kenaikan ekspor tertinggi terjadi untuk tujuan Tiongkok mencapai US$ 625,2 juta, Amerika Serikat US$ 374,5 juta, dan Jepang US$ 252,9 juta. "Kami melihat ekspor selama 2021 sangat menjanjikan," kata Margo.
BPS mencatat total ekspor sepanjang semester pertama tahun ini mencapai US$ 102,87 miliar, naik 34,78% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Ekspor nonmigas naik 34,6% menjadi US$ 97,06 miliar, sedangkan ekspor migas naik 48,54% menjadi US$ 5,82 miliar.
Sementara lonjakan impor pada Juni, menurut Margo, terutama ditopang oleh impor nonmigas yang melesat 22,06% dibandingkan Mei atau 48,8% dibandingkan Juni 2020 menjadi US$ 14,93 miliar. Sedangkan impor migas naik 11,44% atau 239,38% menjadi US$ 2,3 miliar.
Kenaikan impor berdasarkan penggunaannya terutama terjadi pada barang modal yang mencapai 35,03% dibandingkan Mei atau 43,42% dibandingkan Juni 2020 menjadi US$ 2,55 miliar. Impor bahan baku juga naik 19,15% dibandingkan Mei atau 72,09% dibandingkan Juni 2020 menjadi US$ 13,04 miliar. Demikian pula dengan impor barang konsumsi yang naik 16,92% dibandingkan Mei atau 16,72% dibandingkan Juni 2020 mencapai US$ 1,64 miliar.
Kenaikan impor terbesar berasal dari Tiongkok yang mencapai US$ 758 juta, Jepang US$ 365,5 juta, dan Thailand US$ 288,1 juta.
BPS mencatat total impor pada Januari-Juni mencapai US$ 91,1 miliar, naik 28% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Impor didominasi oleh barang mencapai US$ 79,49 miliar, naik 25,44% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
"Neraca perdagangan secara kumulatif Januari-Juni 2021 surplus US$ 11,86 miliar. Ini kami harapkan menjadi kabar baik bagi perekonomian," ujar Margo.