Sri Mulyani Mengerem Utang, Pakai Sisa Anggaran Rp 150 T Hadapi Covid

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/wsj.
Menteri Keuangan Sri Mulyani uga berencana memanfaatkan nilai sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) dari realisasi APBN semester I 2021 sebesar Rp 135,9 triliun untuk mengurangi target utang.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
22/7/2021, 17.10 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani akan memanfaatkan saldo anggaran lebih (SAL) tahun 2020 sebesar Rp 150,8 triliun untuk mengurangi penarikan utang tahun ini.  Anggaran SAL itu juga akan dipakai untuk menambal kebutuhan realokasi anggaran Covid-19 yang meningkat.

"Dana SAL ini akan kami gunakan untuk mengurangi utang dan menambah untuk anggaran realokasi belanja." kata Sri Mulyani dalam konferensi pers, Kamis, (22/7)

Nilai penarikan SAL tersebut termasuk dengan penggunaan anggaran SAL sebesar Rp 15,8 triliun yang sudah ditetapkan dalam komposisi APBN 2021.

Sri Mulyani juga berencana memanfaatkan nilai sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) dari realisasi APBN semester I 2021 sebesar Rp 135,9 triliun untuk mengurangi target utang. Kendati demikian, nilai pastinya masih belum ditentukan karena akan digabungkan dengan rencana realokasi anggaran. "Ini akan kita lakukan optimalisasi seperti tadi untuk penggunaan SAL," ujarnya.

Kementerian Keuangan telah merealisasikan pembiayaan utang hingga semester pertama tahun ini mencapai Rp 443 triliun atau 37,6% dari target APBN Rp 1.177,4 triliun. Komposisi pembiayaan utang tersebut, terdiri dari penerbitan surat berharga negara (SBN) Rp 464 triliun dan pinjaman yang berkurang Rp 29,9 triliun.

Pembelian SBN sebagian besar dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) dengan nilai Rp 120,1 triliun. Ini terdiri atas pembelian surat utang negara (SUN) sebesar Rp 79,66 triliun serta surat berharga syariah negara (SBSN) atau sukuk sebesar Rp 40,49 triliun.

Sri Mulyani menyebut penggunaan nilai SAL dan SiLPA untuk mengurangi penarikan utang dan menambah anggaran Covid-19 membantu menghindari pelebaran pada defisit APBN 2021. Kementerian Keuangan memproyeksi defisit anggaran hingga akhir tahun mencapai Rp 939,6 triliun, lebih rendah Rp 66,8 triliun dari target awal. Namun, persentasenya terhadap Produk Domestik Bruto tetap mencapai 5,7%. 

"Pemerintah akan tetap menjaga defisit anggaran untuk tidak melebihi apa yang sudah ada di dalam APBN," kata Sri Mulyani.

Hingga pertengahan tahun ini, realisasi defisit anggaran mencapai Rp 283,2 triliun atau 1,72% terhadap PDB. Defisit ini terjadi seiring belanja negara yang mencapai Rp 1.170,1 triliun dan pendapatan negara Rp 886,9 triliun. Belanja negara tumbuh 9,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, sedangkan pendapatan negara tumbuh 9,1%.

Pemerintah menargetkan defisit APBN dua tahun mendatang akan berangsur turun di bawah 5%. Target APBN 2022 dipatok 4,51-4,85% terhadap PDB pada tahun depan atau sekitar Rp 808,2 triliun hingga 879,9 triliun. Pendapatan negara ditargetkan sebesar Rp 1.823,5 triliun hingga Rp 1.895,4 triliun, sedangkan belanja negara Rp 2.631,8 triliun hingga Rp 2.775,3 triliun.

Pada tahun 2023 pemerintah menargetkan APBN bisa ditekan lebih kecil lagi hingga di bawah 3%. Target APBN 2023 dipatok 2,7%-2,97% terhadap PDB atau Rp 524 triliun hingga Rp 589,15 triliun. Pendapatan negara diharapkan bisa mencapai Rp 1.463 triliun hingga Rp 2.160,42 triliun, sedangkan belanja negara mencapai Rp 2.505 triliun hingga Rp 2.692,7 triliun.

Reporter: Abdul Azis Said