4 Syarat RI Keluar Jebakan Negara Kelas Menengah, Cuma Bisa 20 Negara

ANTARA FOTO/Widodo S Jusuf/rwa.
Bank Dunia pada bulan lalu kembali mengelompokkan Indonesia ke dalam kategori negara berpendapatan menengah bawah.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
4/8/2021, 13.35 WIB
  • Reformasi institusi

    Sri Mulyani menekankan, ciri dari negara yang dapat menembus jebakan kelas menengah juga ditunjukkan dengan adanya institusi publik yang berkualitas. Ini menyangkut pelayanan publik yang efisien dan memiliki performa berdasarkan tata kelola yang bagus.

    "Dalam hal ini efisiensi, korupsi dan konflik kepentingna di institusi itu menjadi sangat penting untuk diperangi," ujarnya.

    Reformasi pada institusi juga ditunjukkan melalui adanya penyederhanaan regulasi. Ia mengatakan, langkah pemerintah menerbitkan aturan baru UU Cipta Kerja dapat menjadi batu loncatat untuk mengubah cara pandang institusi publik dalam pelayanannya.

  • Kemampuan melakukan transformasi ekonomi

    Sri Mulyani mengatakan, seluruh negara di dunia fokus mentransformasi ekonominya menuju era digital. Begitu pula dengan Indonesia. Transformasi ekonomi juga harus diarahkan pada efisiensi dan peningkatan produktivitas termasuk juga menyederhanakan regulasi, kompetitif dan keterbukaan.

  • Bank Dunia awal bulan lalu memasukkan Indonesia pada kelompok negara berpendapatan menengah bawah setelah sebelumnya sempat berada pada kategori pendapatan menengah atas. Resesi ekonomi membuat pendapatan nasional bruto atau gross national income (GNI) per kapita Indonesia turun dari US$ 4.050 pada 2019 menjadi US$ 3.870.

    Berdasarkan klasifikasi terbaru Bank Dunia, negara yang masuk dalam kelompok pendapatan rendah memiliki GNI per kapita di bawah US$ 1.046. Negara berpendapatan menengah ke bawah memiliki GNI per kapita antara US$ 1.046 dan US$ 4.095. Lalu ekonomi berpendapatan menengah atas memiliki GNI per kapita antara US$ 4.096 dan US$ 12.695. Sedangkan negara dengan ekonomi berpenghasilan tinggi memiliki GNI per kapita sebesar US$ 12.695 atau lebih.

    Halaman:
    Reporter: Abdul Azis Said