Kementerian Keuangan mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga akhir Agustus 2021 mencapai Rp 383,2 triliun atau setara 2,32% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit APBN ini belum mencapai separuh target akibat capaian pendapatan negara yang lebih tinggi dibandingkan belanja.
"Defisit dalam APBN kita pada Agustus 2,32% terhadap PDB. Jangan lupa bahwa di dalam UU APBN, defisit ditetapkan 5,7% dari PDB," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KITA edisi September 2021, Kamis (23/9).
Sri Mulyani mencatat, realisasi pendapatan negara hingga bulan lalu mencapai 67,5% dari target atau Rp 1.777,6 triliun. Sementara realisasi belanja negara mencapai 56,8% dari target atau mencapai Rp 1.560,8 triliun. Ia juga mencatat keseimbangan primer defisit Rp 170 triliun atau 26,8% dari target.
Capaian pendapatan negara yang lebih baik, antara lain didukung oleh realisasi pajak yang tumbuh 9,5% secara tahunan mencapai Rp 741,3 triliun. Angka ini 60,3% dari target penerimaan pajak tahun ini Rp 1.229,6 triliun.
Sri Mulyani mengatakan, penerimaan pajak tetap tumbuh baik meski PPKM Level 1-4 masih berjalan bulan lalu. Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri (PPN DN) naik 13,2%, PPN Impor melonjak 51,9%, sedangkan Pajak Penghasilan (PPh) Badan naik 16,9%.
"Kami lihat dengan PPKM yang luar biasa pada Juli lalu, degup ekonomi perusahaan yang berimplikasi pada peneriman pajak (PPh Badan) itu terlihat cukup resilien," kata Sri Mulyani.
Sementara itu, penerimaan bea dan cukai mencatatkan kenaikan tertinggi mencapai 30,4% menjadi Rp 158 triliun. Realisasi ini sudah mencapai 73,5% dari target Rp 215 triliun.
Sri Mulyani juga mencatat, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hingga akhir Agustus berhasil tumbuh 19,6% menjadi Rp 277,7 triliun. Realisasinya bahkan sudah mencapai 93,1% dari target Rp 299,1 triliun, yang terutama didorong PNBB dari sumber daya alamm.
Di sisi lain, belanja negara yang mencapai Rp 1.560,8 triliun pada bulan lalu hanya tumbuh 1,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kenaikan belanja terutama didorong belanja pemerintah pusat yang tumbuh 10,9% menjadi Rp 1.087,9 triliun.
Kenaikan pada belanja pemerintah pusat didorong oleh belanja Kementerian dan Lembaga (K/L) yang tumbuh 21,5%. Sri Mulyani mengungkapkan bahwa sebagian besar belanja tersebut dipakai untuk belanja modal, seperti berlanjutnya proyek infrastruktur, serta belanja barang khususnya untuk penanganan Covid-19.
Sementara itu, belanja pemerintah pusat untuk non-K/L justru tekontraksi 0,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 459,3 triliun. Komponen belanja ini antara lain, mencakup manfaat pensiun termasuk THR pensiun, subsidi energi dan pupuk, serta program kartu pra-kerja.
Penurunan belanja dibandingkan tahun lalu juga terjadi pada Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar 15,2% menjadi Rp 472,9 triliun. Namun, Sri Mulyani menyebut terjadi kenaikan pada Dana Alokasi Khusus (DAK) nonfisik.
Kementerian Keuangan juga mencatat, realisasi pembiayaan sudah mencapai Rp 528,9 triliun atau 52,6% dari target tahun ini Rp 1.006,4 triliun. Namun dari komponen pembiayaan tersebut, ia mencatat realisasi investasi masih minim yakni baru mencapai Rp 61,8 triliun atau 33,5% dari target.