Kemenkeu Yakin Indonesia Tahan Banting Hadapi Potensi Gagal Bayar AS

ANTARA FOTO/REUTERS/Joshua Roberts/aww/cf
Bendera berkibar setengah tiang di U.S. Capitol di Washington, Amerika Serikat, Senin (11/1/2021).
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Yuliawati
1/10/2021, 13.18 WIB

Kementerian Keuangan menilai risiko default atau gagal bayar pemerintah Amerika Serikat akibat alotnya pembahasan kenaikan batas utang, tidak akan berefek signifikan pada ekonomi Indonesia. Pemerintah AS berpotensi gagal bayar jika batas utang tidak diloloskan sebelum 18 Oktober mendatang.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menilai kasus penangguhan batas utang beberapa tahun lalu pun tak memberikan dampak signifikan ke Indonesia. "Tampaknnya dampak ini tertahan di sana," kata Febrio dalam Diskusi dengan media, Jumat (1/10).

Kendati demikian, Febrio tidak menampik akan ada efek kejutan dari kemelut fiskal yang dihadapi pemerintah AS itu. Efeknya mempengaruhi tingkat premi risiko investasi atau credit default swap (CDS) Indonesia yang sempat naik, tapi kembali turun.

Bank Indonesia (BI) melaporkan tingkat CDS Indonesia lima tahun meningkat pekan lalu saat isu kenaikan batas utang AS memanas untuk pertama kalinya. CDS naik dari ke 68,85 basis poin (bps) pada 17 September menjadi level 76,18 bps pada 23 September.

Ia juga menilai dampaknya tidak akan signifikan karena pasar sudah mampu mengidentifikasi dinamika global mana saja yang bisa memberi efek atau tidak terhadap ekonomi domestik.

Di samping itu, dia melihat ekonomi domestik sangat kondusif. Kondisi ini dapat menjadi modal yang kuat untuk meredam potensi dampak negatif dari berbagai isu global bukan hanya krisis utang AS, tetapi juga masalah utang Evergrande dan rencana tapering off bank sentral AS. "Apapun yang terjadi di global, bisa kita tahan kalau perekonomian domestik dijaga baik," kata Febrio.

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said