Pajak karbon akan berlaku secara bertahap mulai April tahun depan sebagaimana tertuang dalam Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disahkan dalam Sidang Paripurna hari ini, Kamis (7/10). Pajak ini akan mulai diberlakukan secara terbatas pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.
"Penerapan pajak karbon akan dilakukan secara bertahap, serta diselaraskan dengan carbon trading sebagai bagian dari roadmap green economy. Hal ini untuk meminimalisasi dampaknya terhadap dunia usaha tetapi tetap mampu berperan dalam penurunan emisi karbon," kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly dalam pernyataannya dalam Rapat Paripurna DPR RI, Kamis (7/10).
Yasonna menjelaskan, ketentuan pajak karbon ini berlaku tarif lebih tinggi atau sama dengan harga di pasaran, tetapi ditetapkan juga tarif minimum sebesar Rp 30 per Kg CO2 atau Rp 30.000 per ton CO2 ekuivalen. Pajak akan diberlakukan bagi PLTU yang menghasilkan emisi melebihi cap atau batas atas yang ditetapkan.
Berdasarkan bahan paparan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Rapat Peripurna hari ini, implementasi pajak karbon akan dimulai 1 April 2022 secara terbatas hanya ke sektor PLTU batu bara. Penerapannya nanti akan memakai skema cap and tax.
Adapaun peta jalan pajak karbon nantinya berlaku dua skema, yakni skema perdagangan karbon (cap and trade) dan skema pajak karbon (cap and tax). Pada skema perdagangan karbon, entitas yang menghasilkan emisi lebih dari cap diharuskan membeli sertifikat izin emisi (SIE) entitas lain yang emisinya di bawah cap. Selain itu, entitas juga dapat membeli seritifikat penurunan emisi (SPE).
Namun jika entitas tersebut tidak dapat membeli SIE atau SPE secara penuh atas kelebihan emisi yang dihasilkan, maka berlaku skema cap and tax, yakni sisa emisi yang melebihi cap akan dikenakan pajak karbon.
Dalam bahan paparannya itu, Sri Mulyani juga mengungkap peta jalan pajak karbon sudah dimulai tahun ini. Ada empat target yang ditetapkan tahun ini yaitu, penetapan RUU HPP, finalisasi Perpres Nilai Ekonomi Karbon (NEK), pengembangan mekanisme teknsi pajak karbon dan bursa karbon, serta piloting perdagangan karbon di sektor pembangkit oleh Kementerian ESDM dengan tarif Rp 30.000 per ton CO2.
Sementara untuk tahun depan, pemerintah menarketkan mampu menyelesaikan penetapan cap untuk sektor pembangkit listrik batu bara. Kendati demikian, cap yang berlaku untuk penerapan pajak karbon tahun depan masih memakai cap pada saat piloting tahun ini.
Pemerintah menargetkan pajak karbon akan berlaku secara penuh pada 2025 melalui bursa karbon. Ini ditandai dengan perluasan sektor pemajakan pajak karbon secara bertahap tergantung kesiapannya.
Sementara itu, Yasonna dalam pernyataannya di depan anggota DPR juga menyebut skema pajak baru ini sebagai bagian dari komitmen RI mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC). Ini merupakan target Indonesia untuk mengurangi emisi CO2 sebesar 29% dengan kemampuan sendiri, serta 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030.