Kementerian Keuangan akan memulai Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang juga dikenal Tax Amnesty Jilid II mulai awal tahun depan. Pemerintah menggelar program ini bukan hanya bertujuan mengerek penerimaan negara, tapi menghimpun data wajib pajak yang belum terdeteksi dalam sistem perpajakan.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan banyak yang mempertanyakan target penerimaan dari pengampunan pajak jilid II. "Jawabannya selalu sama, bahwa target program ini bukan berapa banyak penerimaan. Targetnya adalah kepatuhan sukarela wajib pajak," kata Suahasil dalam diskusi International Tax Conference, Selasa (12/10).
Suahasil menyebut program ini dibuka secara sukarela bagi wajib pajak (WP) yang belum atau kurang melaporkan hartanya pada program Tax Amnesty Jilid I maupun harta yang dikumpulkan setelah program tersebut. Dengan demikian, kesempatan ini sekaligus dimaksudkan untuk memperluas basis pajak pemerintah.
"Dengan demikian, mereka bisa berada di sistem pajak digital kita dan bersama kita membangun sistem perpajakan yang lebih baik," kata Suahasil.
Tax amnesty Jilid II akan dimulai 1 Januari dan berlangsung selama enam bulan hingga akhir Juni 2021. Setiap wajib pajak baik orang pribadi maupun badan dapat ikut serta dalam program ini. Mekanisme pelaporannya akan berlangsung online.
Sebagaimana rencana tax amnesty yang disepakati pemerintah bersama Komisi XI dalam RUU HPP akhir bulan lalu, program ini akan dilaksanakan dalam dua skema. Pertama, harta yang diperoleh WP sejak tanggal 1 Januari 1985 hingga 31 Desember 2015 tapi belum atau kurang dilaporkan dalam program tax amnesty jilid I. Kedua, harta diperoleh pada 1 Januari 2016 hingga 31 Desember 2020 atau setelah program tersebut.
Harta yang dilaporkan akan dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenai pajak penghasilan bersifat final. Perhitungannya dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak.
Ketentuan tarif pada program tax amnesty ini akan mengikuti dua skema sebelumnya. Adapun skema pertama, akan berlaku tarif sebagai berikut.
Tarif 6% untuk harta dalam negeri dan luar negeri yang direpatriasi, kemudian diinvestasikan pada sektor pengolahan sumber daya alam (SDA) atau sektor energi terbarukan di dalam negeri atau bisa juga jenis harta yang diparkirkan di SBN
- Tarif 8% untuk harta dalam negeri dan luar negeri yang direpatriasi, tetapi tidak diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan SDA atau energi terbarukan di dalam negeri atau tidak juga di SBN
- Tarif 11% untuk harta di luar negeri yang tidak dialihkan ke dalam negeri.
Kemudian ketentuan tarif untuk skema kedua, sebagai berikut.
- Tarif 12% untuk harta di dalam negeri dan luar negeri yang direpatriasi, kemudian diinvestasikan di sektor pengolahan SDA atau sektor energi terbarukan di dalam negeri atau bisa juga jenis harta yang diparkirkan di SBN.
- Tarif 14% untuk harta di dalam negeri dan luar negeri yang direpatriasi, tetapi tidak diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan SDA atau energi terbarukan di dalam negeri atau tidak juga di SBN
- Tarif 18% untuk harta di luar negeri yang tidak dialihkan ke dalam negeri.
Adapun ketentuan untuk pedoman menghitung besaran jumlah harta bersih juga berbeda sesuai skemanya. Penghitungan harta untuk skema pertama berlaku enam ketentuan.
Pertama, untuk harta berupa kas atau setara kas akan dihitung dengan nilai nominal. Kedua, untuk harta berupa tanah atau bangunan atau kendaraan bermotor, maka nilai ditetapkan oleh pemerintah yaitu nilai jual objek pajak. Ketiga, untuk harta berupa emas dan perak ketentuannya mengikuti nilai yang dipublikasikan oleh PT Antam.
Keempat, untuk harta berupa saham atau waran yang diperjualbelikan di Bursa Efek Indonesia (BEI) maka perhitungannya mengikuti nilai yang dipublikasikan BEI. Kelima, untuk surat berharga negara (SBN) dan efek bersifat utang yang diterbitkan perusahaan maka nilainya mengikuti ketentuan PT Penilai Harga Efek Indonesia.
Keenam, jika harta tersebut tidak bisa dihitung dengan lima ketentuan sebelumnya, maka nilainya ditetapkan oleh kantor jasa penilai publik.
Sementara untuk skema kedua berlaku perhitungan dua ketentuan perhitungan. Pertama, nilai nominal, untuk harta berupa kas atau setara kas. Kedua, harga perolehan, untuk harta selain kas atau setara kas.