Lonjakan Inflasi Memicu Bank Sentral Brasil Agresif Naikkan Suku Bunga

ANTARA FOTO/REUTERS/Pilar Olivares/RWA/dj
Ilustrasi. Bank sentral Brasil pada Rabu (27/10) kembali menaikkan 150 basis poin (bps) pada suku bunga acuan Selic menjai 7,75%.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
28/10/2021, 13.22 WIB

Tekanan inflasi bukan hanya memaksa negara-negara maju untuk mulai memperketat kebijakan moneternya. Satu persatu negara berkembang melakukan hal serupa. Bank sentral Brasil (BCB) mengumumkan kenaikan suku bunga yang agresif ke tingkat tertingginya dalam 20 tahun terakhir.

Mengutip Financial Times, Komite kebijakan moneter BCB mengambil sikap hawkis pada pengumuman Rabu (27/10). Bank sentral kembali menaikkan 150 basis poin (bps) pada suku bunga acuan Selic menjai 7,75%. Padahal, mereka sudah menaikkan suku bunga sebanyak 100 bps di level 6,25% dalam dua pertemuan sebelumnya. 

Negara terpadat di Amerika Latin ini menghadapi beberapa kenaikan harga paling tajam di antara negara-negara ekonomi utama kawasan. Kondisi ini didorong oleh faktor-faktor termasuk biaya bahan bakar yang lebih tinggi, nilai tukar yang melemah, dan kekeringan yang telah mendorong kenaikan pada harga energi.

Indeks Harga Konsumen (IHK) Brasil meningkat 10,3% yoy pada bulan lalu, lebih dari yang diperkirakan analis dan jauh di atas target 3,75% yoy untuk 2021. Di antara negara-negara G20, hanya Argentina dan Turki yang memiliki tingkat inflasi lebih tinggi dari Brazil.

"Sangat sulit untuk mengatakan bahwa inflasi telah mencapai puncaknya setelah depresiasi mata uang minggu lalu, dan kami perkirakan itu akan berlanjut dalam jangka pendek," kata Kepala Ekonom di Credit Suisse di Brasil Solange Srour.

BCB juga mengatakan, kenaikan suku bunga masih akan berlanjut dengan kenaikan 150 bps pada pertemuan berikutnya. Sepanjang tahun ini, bank sentral Brasil telah menaikkan suku bunga sebanyak enam kali.

Selain dipengaruhi inflasi, tekanan bagi BCB untuk mempercepat kenaikan suku bunga terjadi adanya gejolak di pasar keuangan di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang disiplin fiskal Brasil. Presiden BCB Roberto Campos Neto mengatakan, akan mempertimbangkan risiko ini terhadap potensi dampak penurunan suku bunga yang lebih tinggi pada aktivitas ekonomi.

Tekanan fiskal ini datang setelah Presiden Brasil Jair Bolsonaro meminta untuk memperluas program bantuan sosial bagi masyarakat miskin yang ditengarai berimplikasi kuat dengan rencana pencalonannya kembali pada Pemilu tahun depan. Kebijakan memperbanyak insentif tersebut bukan hanya menganggu disiplin fiskal, tetapi juga dikhawatirkan belanja tambahan tersebut semakin menambah beban inflasi.

Seiring keinginan Bolsonaro untuk menambah anggaran untuk program bantuan sosial, pihaknya berusaha menghindari adanya ketentuan 'pagu' anggaran yang berpotensi menjegal tujuannya itu.

Kongres Brasil akan melakukan pamungutan suara pada Rabu mendatang terkait RUU yang memungkinkan pemerintah untuk menaikkan plafon fiskal serta menunda pembayaran utang pemerintah yang disetujui pengadilan. Beleid ini berpeluang menambah tambahan belanja untuk tahun depan hingga US$ 14 miliar atau Rp 198 triliun.

Selain Brasil, beberapa negara lain mulai bersiap menaikkan suku bunga. Bank sentral AS, The Fed diramal akan mempercepat kenaikan bunga pada paruh kedua tahun depan. Bank sentral Inggris (BOE) juga mulai bersiap menaikkan bunga dalam waktu dekat akibat tekanan inflasi. Bank sentral Kanada kabarnya juga akan menaikkan suku bunga paling cepat kuartal II 2022.

Beberapa bank sentral lainnya sudah mulai mengakhir kebijakan moneter longgar. Bank sentral Selandia Baru awal bulan ini menaikkan suku bunganya 25 basis poin (bps) akibat tekanan inflasi. Ini menandai kenaikan suku bunga pertamanya dalam tujuh tahun terakhir.

Langkah serupa lebih dulu dilakukan bank sentral Korea Selatan pada Agustus lalu. Bank of Korea menaikkan suku bunga 25 bps menjadi 0,75% akibat tekanan inflasi. Negeri Ginseng tersebut menjadi negara pertama di Asia yang mulai memperketat kebijakan moneternya. Bank sentral Singapura kemudian menyusul pada pekan lalu.

 

Reporter: Abdul Azis Said