The Fed Diramal Naikkan Suku Bunga Tiga Kali Tahun Depan

Arief Kamaludin|KATADATA
Ilustrasi. Pasar memperkirakan kenaikan bunga AS akan mulai dilakukan pada pertengahan tahun depan.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
29/10/2021, 11.37 WIB

Tekanan inflasi menjadi alasan pasar mulai mengantisipasi kemungkinan mulai agresifnya bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed)  memperketat kebijakan moneter. Survei FedWatch oleh CME menunjukkan pasar memperkirakan bank sentral akan menaikkan suku bunga sebanyak tiga kali tahun depan.

Survei CME tersebut berjalan realtime, sehingga menangkap perubahan ekspektasi secara terus menerus. Berdasarkan pemantauan Kamis pagi (28/10), 65% trader memperkirakan kenaikan pertama bunga acuan dilakukan pada Juni. Kemudian 51% di antaranya memperkirakan kenaikan kedua pada September dan 50% lebih memperkirakan kenaikan ketiga pada Desember 2022.

Adapun ekspektasi kenaikan ketiga sangat minim. Pasalnya, pada perkirakan sebelumnya hanya 45,8% yang meramal kenaikan pada Desember. Pada survei sebelumnya, 51% trader memperkirakan kenaikan ketiga baru akan dilakukan pada Februari 2023.

Komponen inti, tidak termasuk makanan dan energi, diperkirakan akan inflasi 4% yoy pada tahun depan.  Sedangkan inflasi pada pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) diramal naik 3,6%. PCE dan IHK merupakan dua komponen berbeda dalam pengukuran kenaikan harga, PCE dirilis oleh Departemen Perdagangan AS, sedangkan IHK melalui Departemen Tenaga Kerja.

Kesenjangan 0,4 poin persentase antara inflasi komponen inti dan PCE ini merupakan indikator yang juga menjadi perhatian The Fed untuk memperketat stimulus moneternya. Goldman Sachs memperkirakan kesenjangan tersebut kemungkinan akan meningkat pada tahun-tahun mendatang karena kenaikan pada harga hunian.

Goldman Sachs meramalkan spread juga akan melebar karena kenaikan harga mobil yang bisa memakan waktu cukup lama untuk bisa turun. Selain itu, lonjakan juga terjadi pada biaya asuransi kesehatan.

"Indeks PCE menjadi indikator inflasi pilihan The Fed, meski begitu pejabat sebenarnya melihat banyak ukuran. Dan semakin tampak bahwa set lengkap data inflasi tersebut akan terlihat cukup panas berdasarkan basisn pada pertengahan tahun depan ketika pembelian aset berakhir," kata ekonom Goldman David Mericle dan Spencer Hill dalam sebuah catatan dikutip dari CNBC Internasional, Kamis (28/10).

Seperti diketahui, sebagiaman pemantauan rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada September, separuh anggota komite melihat kenaikan suku bunga bisa lebih cepat yakni pada tahun depan. Ini berubah setelah mayoritas dari mereka pada Juni lalu memperkirakan bunga acuan akan ditahan rendah hingga 2023.

Dorongan untuk mempercepat kenaikan bunga terutama dipengaruhi kekhawatiran terhadap inflasi tinggi yang akan bertahan lebih lama. Presiden The Fed Atlanta Raphael Bostic merupakan salah satu dari anggota komite FOMC yang menyerukan kenaikan bunga lebih cepat. Ia memperkirakan kenaikan pada paruh kedua tahun 2022.

Dia mengatakan bahwa beberapa hambatan yang muncul terjadi karena pandemi Covid-19 akan memudar dan membuka jalan bagi pertumbuhan yang lebih kuat. Namun, satu masalah yang tidak akan segera hilang dan menjadi tantangan pada pemulihan ekonomi saat ini yaitu inflasi. Ia memperkirakan inflasi akan tertahan hingga tahun depan.

“Gangguan akan berlangsung lebih lama dari yang kami harapkan. Selain itu Pasar tenaga kerja tidak akan normal secepat yang kami harapkan, tetapi permintaan juga akan tetap tinggi, sehingga dengan kombinasi itu berarti kami akan mengalami tekanan inflasi," kata Bostic pada Kamis (21/10).

Berdasarkan notulen rapat FOMC bulan lalu, The Fed berencana memulai tapering off berupa pengurangan pembelian aset mulai pertengahan November atau Desember. Pengurangan pembelian aset sebesar US$ 15 miliar dari pembelian rutin sebesar US$ 120 miliar. Selain itu The Fed juga tetap pada rencana untuk mengakhiri pembelian pada pertengahan tahun depan.

Reporter: Abdul Azis Said