Sri Mulyani Kritik Buruknya Koordinasi WHO-Bank Dunia Tangani Pandemi

Antara/Hafidz Mubarak
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai WHO, Bank Dunia atau lembaga-lembaga multilateral lain masih bekerja sangat fragmented. Hal ini menyebabkan respons dunia terhadap pandemi sangat lamban.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
10/11/2021, 13.41 WIB

Pandemi telah berjalan lebih dari 20 bulan dan lonjakan kasus masih terjadi di sejumlah negara. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengkritik langkah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Bank Dunia dan lembaga multilateral lainnya yang bekerja terpisah-pisah sebagai penyebab penanganan pandemi yang berlarut.

"Institusi yang ada sekarang seperti WHO, Bank Dunia atau lembaga-lembaga lain masih bekerja sangat fragmented, yang menyebabkan respons dunia terhadap pandemi menjadi sangat lamban. Ini memunculkan konsekuensi terhadap kehidupan masyarakat dunia dan ekonomi sungguh sangat besar," kata Sri Mulyani dalam acara Indonesia Sustainable Development Day 2021, Rabu (10/11).

Kerja sama sejumlah lembaga multilateral sebenarnya sudah ada, yakni gugus tugas penanganan Covid-19 yang beranggotakan Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), WHO dan Organisasi Perdagangan Dunia. Namun, gugus tugas ini baru diumumkan pada 30 Juni lalu.

Gugus tugas dibentuk dengan tujuan mempercepat akses vaksinasi, terapi, dan diagnostik Covid-19. Salah satu targetnya yaitu mendesak negara-negara G20 untuk berbagi vaksin ke negara berkembang dan miskin, setidaknya untuk mencapai target vaksinasi 40% dari populasi di setiap negara sampai akhir tahun dan 60% pada pertengahan 2022.

Meski begitu, Sri Mulyani melihat terjadi ketimpangan akses vaksinasi yang dialami negara miskin dan berkembang. Hingga kini, masih ada beberapa negara miskin yang tingkat vaksinasinya kurang dari 5% dari populasi. Padahal, masalah ketimpangan vaksinasi bisa berdampak buruk terhadap munculnya mutasi varian baru yang akan memperpanjang masa pandemi.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu juga mengatakan konsekuensi pandemi dirasakan bukan hanya dari sisi kesehatan, tetapi ikut memukul kesejahteraan masyarat. Hal ini bisa terlihat dari data pengangguran, kemiskinan dan rasio gini yang melonjak sepanjang periode pandemi Covid-19.

Ganasnya dampak pandemi yang kemudian memukul pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga tahun ini hanya sebesar 3,51% secara tahunan, jatuh dari kinerja 7,07% pada kuartal sebelumnya. Pertumbuhan konsumsi dan investasi anjlok padahal pada kuartal kedua lalu bisa tumbuh di atas 5%.

"Konsumsi yang tadinya bisa tumbuh di atas 5% pada kuartal kedua, sekarang drop hanya sedikit di atas 1%," kata Sri Mulyani.

Meski demikian, Sri Mulyani mengatakan penangana pandemi di dalam negeri saat ini sudah semakin baik. Hal ini terlihat dari kasus yang sudah turun tajam. Hal ini kemudian mendorong beberapa indikator perekonomian yang mulai menunjukkan perbaikan. Indeks PMI Manufaktur terus naik, keyakinan konsumen juga semakin optimistis.

"Indonesia dilihat sebagai suatu negara dengan populasi dan geografi besar yang mampu menurunkan kasus secara cukup cepat, secara cukup drastis dan ini menyebakan kegiatan ekonomi kita mulai terlihat normal lagi," kata Sri Mulyani.

Kondisi saat ini menurutnya menjadi pembelajaran untuk mempersiapkan pandemi di masa mendatang. Sri Mulyani juga mengatakan pihaknya bersama Kementerian Kesehatan tengah memperjuangkan kerja sama di level global dalam upaya persiapan tersebut.

Koordinasi global dinilai penting mengingat pandemi kali ini bukanlah yang terakhir. Sri Mulyani mengatakan berbagai ilmuwan sudah memastikan bahwa pandemi akan kembali terjadi di masa mendatang.

Menyadari hal ini, tantangan kedepannya yang perlu dipersiapkan yakni dari sisi kesiapan sistem kesehatan. Dalam forum G20 juga sudah menyusun mekanisme pandemic preparedness atau mekanisme pencegahan pandemi. Mekanisme ini membahas tata kelola dan pembiayaan penanganan pandemi mendatang.

 

Reporter: Abdul Azis Said