Pemerintah akan menjadi presidensi G20 Indonesia mulai awal Desember hingga setahun ke depan. Dalam pertemuan tersebut akan dibahas sejumlah topik di bidang perekonomi, salah satunya menyangkut koordinasi global untuk mendukung pemulihan di tengah tekanan inflasi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertemuan G20 akan menjadi forum bagi negara-negara ekonomi terbesar dunia untuk berdiskusi dan merespons upaya dunia untuk bisa pulih bersama. Ini untuk mendukung upaya yang sudah dilakukan semua negara menyelematkan nyawa dan ekonominya.
"Beberapa negara bahkan telah merespon dengan stimulus yang hampir 10 kali lipat lebih besar jika dibandingkan dengan krisis keuangan global," kata Sri Mulyani dalam acara International Conference Road To G20 Indonesia Presidency 2022, Kamis (11/11)
Ia mengatakan, semua negara telah membanjiri perekonomian dengan berbagai stimulus baik fiskal, moneter hingga kebijakan untuk menolong sektor usaha. Hasilnya kini mulai terlihat, yakni adanya pemulihan di sebagian besar negara.
Namun, pemulihan tersebut berpotensi melambat akibat kenaikan harga barang dan jasa atau inflasi. Oleh karena itu, tekanan inflasi akan menjadi salah satu sorotan dalam diskusi para menteri keuangan dan gubernur bank sentral dalam pertemuan G20.
"Beberapa negara telah menderita tekanan inflasi yang sangat tinggi dan itulah sebabnya mereka dipaksa untuk mengurangi stimulusnya, padahal masih berjuang dari kontraksi ekonomi, pengangguran dan kemiskinan," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan tekanan inflasi telah mendorong sejumlah negara maju bersiap untuk memulai excit policy atau menarik stimulusnya. Seperti diketahui, sejumlah bank sentral dijadwalkan memulai tapering karena tekanan inflasi yang memanas. Kondisi ini dinilai dapat memberi efek limpahan yang merugikan ke negara berkembang.
Rencana excit policy di sebagian besar negara maju ini juga akan dibahas dalam pertemuan G20 mendatang. Hal ini untuk menghindarkan dari adanya langkah penarikan stimulus yang prematur dan menganggu proses pemulihan.
Di sisi lain, Sri Mulyani juga menyoroti pemulihan yang tidak seimbang. Negara maju pulih lebih cepat dibandingkan negara miskin dan berkembang. Seperti yang sudah diperingatkan oleh Dana Moneter Internasional (IMF), pertumbuhan ekonomi di negara maju sudah akan mencapai level sebelum pandemi mulai tahun depan, sedangkan negara miskin bahkan belum mencapainya sampai 2025 mendatang.
Di tengah pemulihan yang berpotensi melambat, negara miskin seperti halnya negara maju dan berkembang turut menumpuk utang untuk membiayai pandemi. Sri Mulyani mengatakan, kondisi utang negara miskin yang membengkak juga akan dibahas dalam pertemuan G20.
Presidensi G20 Indonesia akan membahas upaya restrukturisasi utang negara miskin. Ini salah satunya melalui program Debt Service Suspension Initaitive (DSSI) yang disediakan Bank Dunia.
Untuk diketahui, Indonesia resmi melanjutkan estatet presidensi G20 dari Italia terhitung 31 November lalu. Adapun berbagai agenda akan dimulai awal Desember mendatang hingga akhir Oktober 2022.
Agenda Presidensi G20 Indonesia dijadwalkan menggelar sekitar 150 pertemuan. Ini terdiri dari satu KTT untuk pimpinan negara G20, 17 rapat antar-menteri, 10 rapat deputi, dan lebih dari 100 agenda berupa working group, eminent group dan acara tambahan.
Presidensi G20 Indonesia akan bertemakan “Recover Together, Recover Stronger”. Tujuannya, mewujudkan pertumbuhan inklusif, berbasiskan masyarakat, serta ramah lingkungan dan berkelanjutan. Tema ini sesuai dengan berbagai topik yang sudah disinggung Sri Mulyani sebelumnya, yakni keadilan untuk pemulihan ekonomi.
Dalam rangka mendukung kampanye penyelenggaraan G20 di Indonesia, Katadata menyajikan beragam konten informatif terkait berbagai aktivitas dan agenda G20 hingga berpuncak pada KTT G20 November 2022 nanti. Simak rangkaian lengkapnya di sini.