Rupiah Perkasa 14.229 per US$ di Tengah Penantian Kebijakan Bunga BI

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Rupiah pagi ini menguat bersama mayoritas mata uang Asia lainnya.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
18/11/2021, 09.55 WIB

Nilai tukar rupiah dibuka menguat 0,08% ke level Rp 14.233 per dolar AS di pasar spot pagi ini. Rupiah menguat di tengah penantian pasar terhadap hasil rapat dewan gubernur Bank Indonesia yang diperkirakan mempertahankan suku bunga acuannya tetap rendah.

Mengutip Bloomberg, rupiah melanjutkan penguatan ke posisi Rp 14.229 pada pukul 09.30 WIB. Ini semakin jauh dari level penutupan kemarin Rp 14.244 per dolar AS.

Mayoritas mata uang Asia lainnya bergerak menguat pagi ini. Yen Jepang menguat 0,11%, bersama dolar Singapura 0,01%, dolar Taiwan 0,16%, won Korea Selatan 0,22%, peso Filipina 0,16%, rupee India 0,14%, yuan Cina 0,02% dan bath Thailand 0,08%. Sedagkan dolar Hong Kong menguat 0,01% bersama ringgit Malaysia 0,02%.

Meski demikian, Analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan rupiah akan melemah di kisaran Rp 14.280, dengan potensi penguatan di kisaran Rp 14.200 per dolar AS. Pelemahan menyusul koreksi di pasar saham akibat kekhawatiran terhadap lonjakan inflasi yang meluas.

"Kekhawatiran pasar terhadap kenaikan inflasi yang bisa melambatkan perekonomian masih menjadi penekan aset berisiko," kata Ariston kepada Katadata.co.id, Kamis (18/11).

Indeks saham utama AS ditutup melemah pada penutupan perdagangan semalam. Indeks Dow Jones melemah 0,58%, menyusul S&P 500 sebesar 0,26% da Nasdaq Composite 0,33%. Di Eropa, indeks FTSE 100 Inggris anjlok 0,49% bersama Ibex 35 Spanyol 0,52%. Sedangkan Dax Jerman mengat tipis 0,02% bersama CAC 40 Perancis 0,06%.

Pelemahan juga dialami indeks utama Asia pagi ini. Nikkei 225 Jepang terkoreksi 0,53%, bersama Shanghai SE Composite Cina 0,36%, Hang Seng Hong Kong 1,2%, Kospi Korea Selatan 0,52%, Nifty 50 India 0,56% dan Strait Times Singapura 0,92%.

Memburuknya sentimen terhadap aset berisiko seiring tekanan inflasi yang terus meluas. Setelah AS dan Cina, kini giliran Inggris yang melaporkan inflasi tinggi. Harga-harga di Inggris melonjak 4,2% secara tahunan pada Oktober, lebih tinggi dari kenaikan tahunan bulan sebelumnya 3,1%. Inflasi Oktober merupakan yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir.

Inflasi terutama didorong oleh kenaikan tarif listrik dan gas yang naik 12,2%. Harga bahan bakar motor juga naik 3% secara bulanan, tetapi turun sedikit secara tahunan. Inflasi makanan juga naik menjadi 1,2% dari 0,8%, menutup kesenjangan di harga produsen.

Dari dalam negeri, Ariston mengatakan pasar masih menantikan hasil Rapat Dewan Gubernur BI hari ini. "Tapi BI kemungkinan tidak mengubah kebijakan seblumnya, jadi tidak mempengaruhi nilai tukar," kata Ariston.

BI masih mempertahankan suku bunga rendah 3,5% pada pengumuman bulan lal dan diperkirakan masih akan mempertahankan kebijakan moneter longgar ini seiring inflasi yang masih terjaga rendah.

Senada dengan Ariston, analis pasar uang Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto memperkirakan rupiah akan tertekan di level Rp 14.265 per dolar AS, dengan potensi penguatan di Rp 14.185. Sentimen tapering off masih cukup kuat yang mendorong kenaikan indeks dolar AS.

"Nilai tukar kmungkinan akan tertekan karena efek dari penguatan indeks dolar yang  kemarin mencapai level tertinggi sejak Juli 2020," kata Rully kepada Katadata.co.id, Kamis (18/11).

Index dolar AS sempat menyentuh 96.18 pada perdagangan Selasa (16/11) lalu, rekor tertinggi sejak Juli tahun lalu. Sekalipun mulau turun ke level 95 dalam dua hari terakhir, indesk dolar AS terus menunjukkan kenaikan sejak tiga bulan terakhir.

Adapun dari dalam negeri, Rully mengatakan prospek ekonomi dalam negeri yang lebih baik bisa menahan pelemahan yang lebih dalam pada rupiah. Perbaikan terlihat dari membaiknya indeks keyakinan konsumen, lonjakan pada indeks PMI Manufaktur dan surplus neraca dagang yang terus tembus rekor tertinggi dalam beberapa bulan terakhir.

Reporter: Abdul Azis Said