Pelaporan Harta dalam Pengungkapan Sukarela Pajak Tembus Rp 3 Triliun

ANTARA FOTO/Septianda Perdana
Program PPS sudah dimulai sejak 1 Januari dan akan berlangsung hingga akhir Juni 2021
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
18/1/2022, 11.37 WIB

Program Pengungkapan Sukarela (PPS) pajak sudah berjalan selama 17 hari. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat, setoran Pajak Penghasilan (PPh) yang diterima dari para wajib pajak sudah mencapai Rp 346,05 miliar. Setoran tersebut diperoleh dari total harta yang dilaporkan mencapai Rp 3 triliun. 

Berdasarkan laman resmi pajak.go.id/pps,  terdapat 4.837 wajib pajak yang melaporkan hartanya secara sukarela dalam bentuk 5.214 surat keterangan yang dilaporkan. 

Adapun dari total harta yang diungkapkan, 77% atau Rp 2,3 triliun merupakan harta deklarasi dalam negeri dan repatriasi dari luar negeri.

Harta yang dideklarasikan kemudian diinvestasi ke dalam negeri dalam bentuk ke Surat Berharga Negara (SBN)  maupun usaha di sektor hilirsasi sumber daya alam (SDA) dan energi terbarukan yang mencapai Rp 242,4 miliar. Sementara harta yang dideklarasikan di luar negeri sebesar Rp 451,8 miliar.

Program PPS  sudah dimulai sejak 1 Januari dan akan berlangsung hingga akhir Juni 2021. Masih ada waktu lebih dari lima bulan bagi wajib pajak yang berminat untuk mengungkapkan hartanya yang belum dilaporkan.

"Pelaporan PPS dilakukan secara online melalui akun wajib pajak di situs https://djponline.pajak.go.id/account/login dalam jangka waktu 24 jam sehari dan 7 hari seminggu dengan standar WIB," demikian dikutip dari laman resmi PPS, Selasa (18/1).

Program pengungkapan harta ini terbagi dalam dua skema. Skema pertama berlaku pada wajib pajak orang pribadi atau badan yang pernah mengikuti tax amnesty jilid pertama tetapi masih ada harta yang belum atau kurang dilaporkan. Adapun harta tersebut, yakni yang diperoleh dari 1 Januari 1985-31 Desember 2015. Dalam skema pertama ini, berlaku tarif 6-11%.

Sedangkan skema kedua, hanya untuk wajib pajak orang pribadi yang hartanya diperoleh mulai 1 Januari 2016-31 Desember 2020. Dalam skema kedua ini, berlaku tarif 12-18%.

Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya sudah memperingatkan agar para wajib pajak yang memiliki harta belum diungkapkan pada periode sebelum Tax Amnesty jilid pertama, maupun harta perolehan 2016-2020 segera ikut dalam program tersebut. Hal ini untuk menghindari pembayaran denda ganda hingga ratusan persen jika sampai 30 Juni 2022 tak kunjung mendaftarkan diri.

"Begitu selesai Juni, kami akan enforcement dan kalau tidak ikut berarti tarifnya 200% sesuai dalam undang-undang," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KITA awal bulan ini.

Reporter: Abdul Azis Said