Modal Asing Kabur Rp 3 T dalam Sepekan, Rupiah Melemah Tipis

Pexels/Robert Lens
Uang rupiah
25/3/2022, 19.43 WIB

Bank Indonesia (BI) mencatat terdapat aliran modal asing keluar dari pasar keuangan domestik sebesar Rp 3,13 triliun dalam sepekan terakhir. Kaburnya dana asing ini diikuti pelemahan nilai tukar rupiah di tengah sentimen pengetatan moneter bank sentral Amerika Serikat (The Fed).

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menjelaskan terdapat investor asing jual neto di pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 5,96 triliun. Meski begitu, ada pula pembelian secara di pasar saham dengan jumlah sebesar Rp 2,83 triliun.

"Berdasarkan data settlement secara tahun kalender sampai dengan 24 Maret 2022, nonresiden jual neto Rp 29,87 triliun di pasar SBN dan beli neto Rp 24,44 triliun di pasar saham," kata Erwin dalam keterangan tertulis, Jumat (25/3).

Persepsi risiko investasi meningkat tercermin dari premi credit default swap (CDS) lima tahun yang naik ke level 94,38 bps per 24 Maret 2022 dari 85,47 bps per 18 Maret 2022. 

Sementara imbal hasil (yield) SBN tenor 10 tahun terpantau stabil pada perdagangan hari ini pada level 6,69%. Yield US Treasury 10 tahun naik ke level 2,37% pada perdagangan Kamis (24/3).

Modal asing yang kabur dari pasar obligasi pemerintah ikut menyeret pelemahan pada rupiah meskipun tidak signifikan. Mengutip Bloomberg, nilai tukar rupiah ditutup di level Rp 14.346 di pasar spot sore ini, melemah tipis enam poin dari penutupan pekan lalu di Rp 14.340 per dolar AS.

Beberapa sentimen negatif yang membayangi rupiah selama sepekan terakhir terutama dari luar negeri. Dua sentimen utama global yakni kenaikan bunga acuan bank sentral AS dan perang di Ukraina yang masih belum reda.

"Pernyataan Gubernur The Fed Jerome Powell yang mengkonfirmasi kebijakan pengetatan moneter yang akan lebih agresif tahun ini telah memberikan tekanan ke nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pekan ini," kata Ariston kepada Katadata.co.id.

The Fed mengumumkan kenaikan bunga acuan pertamanya pekan lalu, dan kemungkinan masih ada enam kenaikan lagi sampai akhir tahun. Mereka juga menyiapkan langkah lebih agresif untuk menjinakkan inflasi yang kini menyentuh rekor tertinggi dalam 40 tahun.

"Tekanan rupiah juga datang dari sentimen risiko kenaikan inflasi global karena perang dan gangguan pipa distribusi minyak di laut hitam," ujar Ariston.

Harga minyak dunia saat ini masih bertahan di atas US$ 100 per barel. Harga minyak mentah WTI berada di angka US$ 110 per barel, sedangkan Brent mengalami penurunan 2% namun masih bertahan di atas US$ 110 per barel.

Dari dalam negeri, optimisme terhadap pemulihan ekonomi serta pelonggaran sejumlah aturan pembatasan menjadi faktor penahan rupiah tidak melemah terlalu dalam pekan ini.

"Kebijakan pelonggaran aktivitas ekonomi dalam negeri bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dengan optimisme bahwa ekonomi bisa tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun lalu sejalan dengan proyeksi pemerintah, Bank Indonesia dan IMF," kata Ariston.

Reporter: Abdul Azis Said