Sri Mulyani Catat Belanja Covid-19 Awal Tahun Ini Anjlok Jadi Rp 400 M
Kementerian Keuangan mencatat belanja pemerintah untuk penanganan Covid-19 pada dua bulan pertama tahun Ini hanya mencapai Rp 400 miliar, anjlok dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 4,6 triliun. Belanja tersebut mencakup pengadaan vaksin dan biaya perawatan pasien Covid-19.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, realisasi belanja kesehatan untuk Covid-19 pada tahun ini tak sebesar tahun lalu. Hal ini terjadi antara lain lantaran pengadaan vaksin pada awal tahun ini sudah mencukupi. Selain itu, jumlah pasien Covid-19 yang perlu dirawat di rumah sakit juga relatif terkendali.
“Jadi kami lihat terjadi pergeseran belanja barang dari fokus ke kesehatan ke belanja bentuk lain. Tetap dinikmati masyarakat tetapi bentuknya lain,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kita Edisi Maret, Senin (28/3).
Sri Mulyani menjelaskan, belanja pengadaan vaksin Covid-19 pada dua bulan pertama tahun lalu saja mencapai Rp 3,6 triliun. Sementara belanja biaya perawatan pasien Covid-19 di dalam belanja Badan Layanan Umum (BLU) rumah sakit di bawah Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertahanan, dan Polri mencapai Rp 1 triliun.
“Belanja kesehatan di rumah sakit Kemenkes, Kemhan, dan Polri pada tahun ini menurun,” kata dia.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, belanja barang pada Kementerian Kesehatan anjlok dari Rp 4,4 triliun menjadi Rp 300 miliar. Sementara belanja barang pada Kementerian Pertahanan turun dari Rp 1,8 triliun menjadi Rp 1,7 triliun dan belanda barang Polri turun dari Rp 2,3 triliun menjadi Rp 2 triliun.
Anjloknya belanja pemerintah untuk Covid-19, menurut Sri Mulyani, menjadi penyebab utama penurunan belanja barang dari Rp 18 triliun pada Januari-Februari 2021 menjadi Rp 14 triliun pada Januari-Februari 2022. Adapun belanja barang noncovid-19 naik tipis dari Rp 13,5 triliun menjadi Rp 13,6 triliun.
Direktur Penyusunan APBN Direktorat Jenderal Anggaran Rofyanto Kurniawan sebelumnya mengatakan, jumlah pasien yang masuk rumah sakit akibat Covid-19 di tengah lonjakan kasus Omicron relatif lebih sedikit dibandingkan saat lonjakan Delta tahun lalu. Kondisi ini membantu pemerintah menghemat anggaran karena pasien yang perawatannya ditanggung negara, dapat melakukan karantina mandiri dengan dukungan layanan telemedicine.
"Karena begitu masuk rumah sakit kan perlu beberapa hari untuk isolasi, dukungan peralatan dan obat-obatan, per harinya bisa Rp 3 juta-Rp 5 jutaan," kata Rofyanto dalam diskusi daring, Senin (14/3).
Ia menjelaskan mahalnya biaya perawatan pasien Covid-19 menguras anggaran pemerintah. Pemerintah telah menghabiskan Rp 83,26 triliun untuk klaim pasien yang dibayarkan pada tahun lalu, atau 117,7% dari pagu awal yang dianggarkan sebesar Rp 63,51 triliun.
Meski demikian, nominal tersebut belum sepenuhnya melunasi tagihan yang masuk tahun lalu. "Tagihannya luar biasa besar di 2021, dan belum seluruhnya dibayarkan. Masih ada tunggakan yang harus kita bayarkan di tahun 2022 ini," kata Rofyanto.
Total tagihan tahun lalu diperkirakan mencapai lebih dari Rp 100 triliun. Ini lantaran Kemenkeu mencatat masih ada tunggakan belum bayar mencapai Rp 25,1 triliun hingga awal Februari.
Di sisi lain, pemerintah juga telah menyetok vaksin Covid-19 cukup banyak pada tahun lalu. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pemerintah hingga akhir pekan lalu telah menyetok 475 juta dosis vaksin Covid-19. Sementara yang telah disuntikkan mencapai 395 juta dosis sehingga masih tersedia 80 juta dosis yang akan cukup untuk memenuhi kebutuhan vaksin hingga empat bulan ke depan.
Adapun BPS mencatat impor barang farmasi pada Februari 2022 anjlok 71,7% jika dibandingkan Januari. Ini antara lain akibat anjloknya impor vaksin sebesar 94,67% menjadi US$ 196,5 juta.