Utang Pemerintah Tembus Rp 7.000 T, Porsi Asing di Surat Utang Turun

ANTARA FOTO/Galih Pradipta/rwa.
Ilustrasi. Utang pemerintah didominasi oleh instrumen SBN yang mencapai 87,88% dari total utang.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
30/3/2022, 16.56 WIB

Kementerian Keuangan melaporkan posisi utang pemerintah hingga akhir bulan lalu kembali naik mencapai Rp 7.014,58 triliun.  Meski demikian, porsi kepemilikan asing, terutama di Surat Berharga Negara (SBN) terus menyusut. 

"Secara nominal, terjadi peningkatan total utang pemerintah seiring dengan penerbitan SBN dan penarikan pinjaman di bulan Februari 2022. Penarikan pinjaman dan penerbitan SBN ini digunakan untuk menutup pembiayaan APBN," demikian tertulis dalam laporan Kemenkeu, Rabu (30/3). 

Utang pemerintah bertambah Rp 95,43 triliun dibandingkan akhir Januari 2022. Sementara dibandingkan periode yang sama tahun lalu, kenaikannya sebesar Rp 653,56 triliun. Dengan perkembangan tersebut, utang pemerintah setara dengan 40,17% dari Produk Domestik Bruto (PDB). 

Berdasarkan jenisnya, utang pemerintah didominasi oleh instrumen SBN yang mencapai 87,88% dari total utang. Utang berbentuk SBN ini mencapai Rp 6.164,2 triliun, terdiri atas SBN domestik Rp 4.901,66 triliun dan SBN valuta asing (valas) Rp 1.262,53 triliun.

Selain dalam bentuk obligasi, pemerintah juga memiliki utang berupa pinjaman senilai Rp 850,38 triliun. Ini terdiri atas pinjaman dari dalam negeri sebesar Rp 13,27 triliun serta pinjaman luar negeri Rp 837,11 triliun. Pinjaman luar negeri ini mayoritas dari pinjaman multilateral dan bilateral.

Meski utang pemerintah terus naik, eksposur asing dalam komposisi utang pemerintah terus berkurang. Ini terlihat dari kepemilikan SBN oleh investor asing yang menyusut dari 38,57% pada akhir 2019 menjadi 18,15% pada 15 Maret 2022.

"Penurunan kepemilikan SBN oleh asing terjadi di antaranya akibat ketegangan global serta volatilitas pasar. Namun dengan strategi memperluas pasar domestik untuk pasar SBN, dampak penurunan kepemilikan asing di SBN ini diprediksi tidak terlalu signifikan," kata Kemenkeu.

Kemenkeu mengatakan, perluasan pasar domestik akan melindungi dari fluktuasi kurs dan menjadi bukti komitmen pemerintah mengoptimalkan sumber pembiayaan domestik.

Pemerintah juga menyebut akan terus menjaga rasio utang, terutama dengan mengedepankan pemanfaatan pembiayaan non utang, seperti pemanfaatan Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebagai buffer fiskal, serta kerja sama dengan BI melalui SKB III. Upaya lain juga melalui pembiayaan kreatif untuk proyek Infrastruktur. Instrumen dari pembiayaan kreatif dapat berupa Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), Blended Financing serta melalui platform SDG Indonesia One.

Dana Moneter Internasional (IMF) menilai sekalipun utang pemerintah terus naik, tetapi masih akan stabil setidaknya dalam jangka menengah hingga 2027. Utang pemerintah juga tetap kuat dan masih di bawah batas atas undang-undang yakni 60% sekalipun dihadapkan pada risiko guncangan fiskal.

"Dinamika utang di bawah skenario yang paling parah dengan gabungan guncangan di makro fiskal, total utang pemerintah akan stabil sekitar 51% dari PDB atau 364% dari pendapatan negara pada 2027," kata IMF dalam laporannya pekan lalu.

Dalam skenario dasar IMF, utang pemerintah diproyeksikan stabil di kisaran 41% dari PDB dalam jangka menengah. Utang pemerintah diperkirakan berada di level 41,3% PDB pada 2027. 

Reporter: Abdul Azis Said