DJP Prediksi Penerimaan Pajak Kripto Capai di Atas Rp 1 T

Unsplash/Executium
Ilustrasi mata uang kripto. Pemerintah mencatat transaksi kripto tahun lalu mencapai Rp 850 triliun.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
6/4/2022, 13.41 WIB

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memperkirakan ada potensi penerimaan negara dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi kripto mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Hitungan kasar tersebut diperoleh berdasarkan nilai transaksi kripto tahun lalu yang mencapai Rp 850 triliun.

Sesuai dengan aturan yang telah diterbitkan Menteri Keuangan Sri Mulyani, setiap transaksi dari kripto akan dikenakan PPN. Tarif sebesar 1% dari tarif PPN (11%) atau 0,1% kemudian dikali dengan nilai transaksi jika melalui perdagangan fisik, serta tarif 2% dari tarif PPN 11% atau 0,2% dikali dengan nilai transaksi jika melalui bukan pedagang fisik.

"Total transaksi kripto ini sekitar Rp 850 triliun, berarti ya coba dikali 0,2% deh, jadi sekitar Rp 1 triliun," kata Kasubdit Peraturan PPN, Perdagangan, Jasa dan PTLL Bonarsius Sipayung dalam diskusi dengan media, Rabu (6/4).

Ia mengatakan, potensi jumbo penerimaan tersebut bisa dioptimalkan untuk mempertebal bantuan sosial ke masyarakat. Dengan demikian, masyarakat kaya yang berinvestasi di kripto ini juga ikut berkontribusi ke negara.

Meski begitu, Kasubdit Humas DJP Dwi Astuti menegaskan bahwa perkiraan yang disampaikan Bonar tersebut mengacu pada nilai transaksi tahun sebelumnya dimana belum diterapkan pajak untuk kripto. Adapun untuk potensi penerimaan tahun ini akan bergantung pada realisasi nilai transaksinya.

"Jadi jumlahnya bisa naik turun, ini sangat bergantung pada actual transaksinya seperti apa," kata Ewi.

Transaksi kripto di Indonesia terus meningkat. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mencatat nilai transaksi pada tahun lalu mencapai Rp 859,4 triliun. Nilainya melonjak 1.222,8% dibandingkan tahun 2020 yang hanya mencapai Rp 64,9 triliun. Lonjakan tahun lalu terutama mulai terlihat sejak memasuki kuartal kedua.

Adapun dalam dua bulan pertama tahun ini, nilai transaksi kripto sudah mencapai Rp 83,8 triliun. Ini lebih besar dibandingkan nilai transaksi untuk keseluruhan tahun 2020.

"Jumlah pelanggan 12,4 juta orang atau bertambah 532.102 dibandingkan tahun 2021," kata Pelaksana tugas (Plt) Kepala Bappebti Indrasari Wisnu Wardhana saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR yang disiarkan virtual, dikutip dari Antara, Kamis (24/3).

Ketentuan perpajakan untuk aset kripto diatur dalam PMK Nomor 68 tahun 2022. Dalam beleid ini,  pengenaan PPN bukan hanya terhadap komoditi saat dilakukan jual beli atau tukar menukar, tetapi juga dikenakan pajak terhadap jasa penyelenggara serta jasa verifikasi dan penambang. 

Adapun ketentuan PPN untuk jasa penyedia yakni berlaku tarif dengan mengalikan tarif PPN 11% dengan dasar pengenaan pajak. Dasar pengenaan pajaknya berupa penggantian, yaitu sebesar komisi atau imbalan dengan nama dan bentuk apapun. Jika imbalannya mata uang asing maupun aset kripto, maka harus dikonversi ke rupiah terlebih dahulu.

Sementara ketentuan PPN untuk jasa verifikasi dan penambang, berlaku tarif sebesar 10% dari tarif PPN 11% dikali dengan nilai berupa uang atau aset kripto yang diterima penambang.

Di samping PPN, penghasilan yang diterima dari penjualan kripto ini juga dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) yang juga sifatnya final. Adapun tarifnya sebesar 0,1% dari nilai transaksi jika dilakukan melalui pedagang fisik, tetapi 0,2% jika penyelenggaranya bukan pedagang fisik.

Reporter: Abdul Azis Said