Rupiah Anjlok ke 14.492 per Dolar AS Tertekan Larangan Ekspor CPO

Adi Maulana Ibrahim |Katadata
Ilustrasi. Rupiah melemah terhadap dolar AS, bersama mayoritas mata uang Asia lainnya.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
25/4/2022, 10.17 WIB

Nilai tukar rupiah dibuka anjlok 130 poin ke level Rp 14.492 per dolar AS pada perdagangan di pasar spot pagi ini. Rupiah melemah terimbas kebijakan larangan ekspor crude palm oil (CPO) yang akan dimulai Kamis pekan ini (28/4) demi meredam harga minyak goreng.

Mengutip Bloomberg, rupiah berbalik menguat ke level Rp 14.423 pada pukul 09. 15 WIB, masih melemah dibandingkan penutupan kemarin Rp 14.362 per dolar AS.

Mayoritas mata uang Asia lainnya juga melemah terhadap dolar AS pagi ini. Yuan Cina anjlok 0,74% disusul won Korea Selatan 0,68%, ringgit Malaysia 0,49%, dolar Taiwan 0,45%, rupee India 0,43%, dolar Singapura 0,23%, peso Filipina 0,22%, dan baht Thailand 0,11%. Sementara, dolar Hong Kong dan yen Jepang stagnan.

Analis DCFX Futures Lukman Leong menilai, rupiah hari ini dan sepekan ke depan akan tertekan oleh penguatan dolar AS yang dipicu oleh pernyataan hawkish dari Powell pada pekan lalu. Pasar juga mengantisipasi data besar terkait pertumbuhan ekonomi  dan indeks harga belanja konsumen Amerika Serikat.

"Dari domestik, kebijakan larangan ekspor CPO juga dinilai akan mengganggu ekspor Indonesia dan bergerak pada rentang Rp 14.350-14.500 per dolar AS," kata Lukman kepada Katadata.co.id, Senin (25/4).

Jokowi pada akhir pekan lalu mengumumkan larangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng mulai Kamis (28/4). Kebijakan ini berlaku hingga batas waktu yang belum ditentukan.

Kebijakan ini dalam rangka memastikan ketersediaan dan menekan harga minyak goreng yang saat ini masih bertahan tinggi. Kendati demikian, ekonom memperingatkan Indonesia bisa kehilangan devisa triliunan rupiah jika melanjutkan kebijakan tersebut. Hal ini karena ekspor CPO berkontribusi cukup besar dalam komposisi ekspor Indonesia.

Pergerakan rupiah sepanjang hari ini juga akan dibayangi sentimen eksternal. Pasar menantikan rilis data pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan Zona Eropa untuk kuartal I pada pekan ini. Laporan data ini akan memberi gambaran dampak perang terhadap dua wilayah tersebut.

Analis pasar uang Ariston Tjendra menyebut sentimen kenaikan bunga acuan The Fed yang lebih agresif juga akan menekan rupiah hari ini. Kurs garuda diperkirakan melemah ke rentang Rp 14.380-14.400, dengan potensi support di Rp 14.340 per dolar AS.

"Naiknya ekspektasi pasar ini dipicu oleh pernyataan sejumlah pejabat Bank Sentral AS termasuk Gubernurnya Jerome Powell di pekan lalu yang mendukung kenaikan suku bunga acuan AS sebesar 50 bps," ujarnya.

The Fed sudah menaikkan bunga sebesar 25 bps pada bulan lalu dan kenaikan lebih agresif kemungkinan diambil pada pertemuan bulan depan. Selain itu, The Fed juga akan membahas rencana pengurangan neracanya dengan menjual sejumlah aset yang mereka pegang.

Sentimen The Fed ini telah membuat indeks dollar AS, yang mengukur kekuatan dollar terhadap sejumlah mata uang utama dunia, menguat di pekan lalu menembus ke atas angka indeks 101. Ini merupakan level tertinggi sejak April 2020.

Naiknya ekspektasi suku bunga acuan AS ini juga telah memberikan sentimen negatif ke indeks saham Asia pagi ini. Nikkei 225 Jepang melemah 1,66% , Shanghai SE Composite 1,69% , Hang Seng Hong Kong 2,52% , Kospi Korea Selatan 1,60%, Nifty 50 India 1,27%. Straits Times Singapura 0,69% dan IHSG pagi ini terkoreksi 0,7%

Selain itu, ekspektasi kenaikan inflasi di dalam negeri karena kenaikan harga pangan menjelang lebaran juga bisa menekan rupiah. "Tekanan inflasi ini bisa menghambat pertumbuhan ekonomi," kata Ariston.

Reporter: Abdul Azis Said