Anak dari obligor kakap Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Kaharudin Ongko, Irjanto Ongko melaporkan Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Dana BLBI kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada Selasa (7/6). Gugatan tersebut dilayangkan terkait penyitaan dua aset milik Irjanto yang berlokasi di Setiabudi, Jakarta Selatan.
Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, gugatan Irjanto terdaftar dengan nomor perkara 157/G/TF/2022/PTUN.JK. Adapun pihak tergugat yakni Satgas BLBI.
Adapun isi dari gugatan tersebut, antara lain:
- Mengabulkan Gugatan Penggugat (Irjanto Ongko) untuk seluruhnya.
- Menyatakan bahwa tindakan tergugat (Satgas BLBI) yang bersumber dari Master Refinancing and Note Issuance Agreement (MRNIA) tanggal 18 Desember 1998, maupun Salinan Surat Perintah Penyitaan Nomor: SPS-3/PUPNC.10.05/2022 tanggal 15 Maret 2022 yang diterbitkan oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) cabang DKI Jakarta tersebut merupakan tindakan yang tidak sah dan karenanya segala akibat hukum yang ditimbulkan dianggap tidak pernah ada.
- Menyatakan bahwa tindakan tergugat dalam melakukan penyitaan, pemasangan plang sita maupun pelaksanaan penilaian terhadap aset yang disita Satgas BLBI adalah perbuatan melanggar hukum oleh badan atau pejabat pemerintah. Adapun detail aset tersebut. antara lain:
- Sebidang tanah berikut bangunan diatasnya seluas 1.825 meter persegi berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 00553, Surat Ukur Nomor 00176/Kuningan Timur/2018, tanggal 30 Juli 2018, NIB 09020206.00045, dengan nama pemegang hak adalah Irjanto Ongko yang terletak di Jalan Karang Asem Utara Blok C/6 Kav. No. 15 dan 16, RT. 008, RW. 002, Kelurahan Kuningan Timur, Kecamatan Setiabudi, Kota Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta, yang dahulu bekas SHGB Nomor 1440, Gambar Situasi Nomor 2759/1996 tanggal 18 Juni 1996, NIB 09.04.02.06.0004
- Sebidang tanah berikut bangunan diatasnya seluas 1.047 meter persegi berdasarkan SHM No. 00554, Surat Ukur Nomor 00177/Kuningan Timur/2018, tanggal 30 Juli 2018, NIB 09020206.00128, dengan nama pemegang hak adalah Irjanto Ongko yang terletak di Jalan Mega Kuningan Timur Blok C.6 Kav. No. 14, RT. 008, RW. 002, Kelurahan Kuningan Timur, Kecamatan Setiabudi, Kota Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta, yang dahulu bekas Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 1554, Gambar Situasi Nomor 1079/1998 tanggal 23 Maret 1998, NIB 09.04.02.06.00128
- Menyatakan bahwa tindakan tergugat dalam melakukan penyitaan, pemasangan plang sita maupun pelaksanaan penilaian terhadap dua aset tersebut adalah tidak sah dan tidak berkekuatan hukum.
- Memerintahkan kepada tergugat untuk melakukan pencabutan atas tindakan penyitaan, pemasangan plang sita maupun pelaksanaan penilaian terhadap aset tersebut secara sekaligus dan seketika
- Menghukum tergugat untuk membayar ganti rugi materiil dengan nilai sebesar Rp 216,12 miliar dan ganti rugi imaterial dengan nilai sebesar Rp 1.000.
- Menetapkan dan memerintahkan tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) kepada penggugat sebesar Rp 1 miliar untuk setiap hari keterlambatan pelaksanaan putusan, sejak putusan ini diucapkan.
- Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam sengketa perkara
Dikonfirmasi terkait gugatan ini, Direktur Hukum dan Humas Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Tri Wahyuningsih Retno Mulyani mengatakan pihaknya saat ini belum menerima panggilan sebagai pemberitahuan resmi adanya gugatan dari PTUN.
"Pada prinsipnya adanya gugatan tidak menghentikan langkah Kemenkeu untuk melakukan tindakan dalam rangka mengembalikan hak tagih negara," ujar Tri kepada Katadata.co.id.
Satgas BLBI sebelumnya menyita dua aset milik Irjanto sebagaimana yang disebutkan dalam gugatan tersebut pada Rabu, 23 Maret 2022. Penyitaan ini berkaitan dengan utang ayahnya, Kaharudin Ongko yang tak kunjung dilunasi kepada pemerintah.
Adapun Kaharudin Ongko memiliki utang kepada negara terkait dana BLBI melalui Bank Umum Nasional (BUN) sebesar Rp 7,72 triliun dan Rp 359 miliar melalui Bank Arya Panduarta. Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban mengatakan, penyitaan dilakukan karena Ongko tak kunjung melunasi utangnya.
Rio yang juga menjabat sebagai dirjen kekayaan negara mengatakan, Kaharudin Ongko selaku obligor penanggung utang sesuai Master Refinancing and Note Issuance Agreement (MRNIA) pada Desember 1998 seharusnya mengungkapkan kepada pemerintah seluruh properti, aset yang dimilikinya, anak-anak, orang tua dan pasangannya. Namun belakangan, menurut dia, Kaharudin Ongko diketahui tidak sepenuhnya mengungkapkan asetnya sesuai yang tertuang dalam perjanjian tersebut. Oleh karena itu, Satgas BLBI menetapkan aset anaknya, Irjanto Ongko sebagai jaminan penyelesaian kewajiban.
"Obligor ini harus menanggung kekurangan dari kewajiban terhadap negara, termasuk anak-anaknya sesuai MRNIA," kata Rio dalam keteranganya, Rabu (23/3).