Target Defisit APBN 2023 Tak Lebih 2,85%, Rasio Utang Maksimal 42,35%

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/YU
Suasana rapat kerja tiga Menteri Koordinator dengan Badan Anggaran DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/6/2022).
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Yuliawati
27/6/2022, 14.31 WIB

Badan Anggaran DPR RI bersama pemerintah menyepakati postur makro fiskal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 dengan target defisit 2,61%-2,85% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Terget defisit ini lebih kecil dari usulan pemerintah maksimal 2,90%.

Target defisit ini seiring rasio utang tahun depan ditetapkan sebesar 40,58%-42,35% dari PDB. "Arsitektur APBN 2023 didesain untuk konsolidasi fiskal dengan tetap mendorong pelaksanaan reformasi struktural," kata angota Banggar DPR RI Eko Hendro Purnomo dalam rapat, Senin (27/6).

Selain menetapkan target rasio defisit dan utang, panja juga menetapkan target pendapatan negara tahun depan di rentang 11,9%-12,24% dari PDB. Batas atas targetnya juga dinaikkan dari usulan pemerintah 11,7%. Adapun untuk target penerimaan perpajakan antara 9,3%-10%, Peneriman Negara Bukan Pajak (PNBP) antara 1,88%-2,22% dan hibah 0,01%-0,02%.

Belanja negara tahun depan ditargetkan 13,80%-15,10% dari PDB. Batas atas target belanja tahun depan dinaikkan dari usulan 14,60% PDB. Belanja pemerintah pusat dinaikkan dari maksimal 10,54% PDB menjadi 10,9% PDB, serta transfer ke daerah dari maksimal 3,95%-4,2%.

Lebih lanjut, rasio utang tahun depan ditargetkan berada di rentang 40,58%-42,35% dri PDB. Kesepakatan ini lebih kecil dari usulan pemerintah maksimal 42,42%.

Eko mengatakan, dari kepekatan Panja, postur makor fiskal 2023 sangat dipengaruhi beberapa hal. Ini di antaranya karena dinamika perekonomian terkini dan prospek perekonomian ke depan, perkembangan penanganan pandemi COvid-19 yang cukup baik dan tren pemulihan ekonomi nasional yang semakin menguat.

Tantangan lainnya yakni peningkatan risiko perekonomian global yang meningkat akibat adanya normalisasi kebijakan moneter dan konflik geopolitik Rusia-Ukraina, serta arah dan strategi kebijakan yang ditempuh Pemerintah untuk mendorong transformasi ekonomi.

Defisit tahun ini diperkirakan lebih rendah dari target sebesar Rp 868 triliun atau 4,85% dari PDB. Pendapatan negara yang diperkirakan lebih tinggi Rp 420 triliun dari target serta penggunaan Saldo Anggaran lebih (SAL) membantu mengurangi defisit.

Sampai dengan bulan Mei, keseimbangan APBN mencatat suruplus jumbo Rp 132,2 triliun atau 0,74% dari PDB. Hal ini dipengaruhi pendapatan negara yang tumbuh nyaris 50% sementara belanja negara terkontraksi 1%.

Selain menyepakati postur makro fiskal, Banggar juga menetapkan asumsi makro pertumbuhan ekonomi tahun depan di rentang 5,3%-5,9%. Inflasi ditargetkan 2%-4% dan nilai tukar rupiah Rp 14.300-Rp 14.800 per dolar AS.

Tingkat bunga SUN 10 tahun ditetapkan 7,34%-9,16%, harga ICP sebesar US$ 90-110 per barel, lifting minyak bumi 660-680 ribu barel per hari dan lifting gas bumi 1.050-1.150 ribu barel setara minyak per hari.

Adapun target pembangunan tahun depan di antaranya:

Tingkat kemiskinan 7,5%-8,5%
Tingkat pengangguran terbuka (TPT) 5,3%-6%
Rasio gini 0,375-0,378
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 73,31-73,49
Nilai Tukar Petani (NTP) 105-107
Nilai Tukar Nelayan (NTN) 107-108

Reporter: Abdul Azis Said