Inflasi Tembus 9%, Ekonomi Amerika di Ambang Resesi

ANTARA FOTO/REUTERS/David Ryder/ama/dj
Ilustrasi. Inflasi Amerika Serikat pada Juni mencapai 9,1%.
Penulis: Agustiyanti
14/7/2022, 11.57 WIB

Lonjakan harga barang masih terus berlangsung di Amerika Serikat ditandai dengan laju inflasi tahunan yang mencapai 9,1% pada Juni, tertinggi sejak November 1981. Pasar semakin khawatir The Federal Reserve akan mengambil langkah yang semakin agresif dalam menaikkan suku bunga dan meningkatkan ancaman resesi.

Inflasi bulan lalu juga lebih tinggi dibandingkan prediksi Dow Jones yang mencapai 8,8% maupun angka bulan sebelumnya sebesar 8,6%. Biro Statistik Tenaga Kerja Amerika melaporkan, inflasi inti juga lebih tinggi dari perkiraan mencapai 5,9%. Namun, inflasi inti telah mencapai puncak pada Maret 2022 sebesar 6,5% dan telah menurun sejak itu. 

Adapun pada basis bulanan, inflasi secara umum mencapai 1,3% dan inflasi inti sebesar 0,7%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan inflasi umum sebesar 1,1% dan inflasi inti 0,5%.

"CPI memberikan kejutan lain, dan sama menyakitkannya dengan angka Juni yang lebih tinggi, sama buruknya dengan sumber inflasi yang meluas," kata Robert Frick, ekonom korporat di Navy Federal Credit Union.

Ia mengatakan, kenaikan inflasi sebagain besar dipicu oleh masalah global yakni kenaikan harga energi dan makanan. Harga terus meningkat untuk barang dan jasa domestik, dari tempat tinggal hingga mobil hingga pakaian jadi.

Lonjakan inflasi membuat pasar memperkirakan Bank Sentral AS, The Federal Reserve akan kembali menempuh langkah agresif menaikkan bunga. Menurut alat FedWatch CME Group pada 10:40 ET, pasar bahkan melihat potensi kenaikan suku bunga The Fed sebesar 1% pada pertemuan pekan depan. 

"Inflasi saat ini di atas 9%, tekanan harga yang benar-benar mengkhawatirkan bagi Federal Reserve.” kata James Knightley, Kepala Ekonom Internasional ING.

Dengan kondisi pasokan yang menunjukkan sedikit tanda perbaikan, menurut dia, The Fed bertanggung jawab untuk mengerem permintaan melalui suku bunga yang lebih tinggi.

"Ancaman resesi meningkat,” ujarnya.

Harga energi pada bulan lalu melonjak 7,5% secara bulanan atau 41,6% secara tahunan. Indeks makanan meningkat 1%, secangkan biaya tempat tinggal, yang membentuk sekitar sepertiga dari CPI naik 0,6% untuk bulan tersebut atau 5,6% secara tahunan. Ini adalah bulan keenam berturut-turut bahwa makanan di rumah naik setidaknya 1%.

Biaya sewa pada bulan lalu juga naik 0,8%, kenaikan bulanan terbesar sejak April 1986.

Saham sebagian besar merosot mengikuti data sementara imbal hasil obligasi pemerintah melonjak.

Sebagian besar kenaikan inflasi pada bulan lalu berasal dari harga bensin, yang meningkat 11,2% secara bulanan atau hampir 60% secara tahunan. Biaya listrik masing-masing naik 1,7% dan 13,7%. Harga kendaraan baru dan bekas membukukan kenaikan bulanan masing-masing sebesar 0,7% dan 1,6%.

Biaya perawatan medis juga naik 0,7% pada bulan tersebut, didorong oleh peningkatan 1,9% dalam layanan gigi.

Sementara itu, penurunan dicatatkan oleh tarif penerbangan sebesar  1,8% secara bulanan, tetapi  masih naik 34,1% dari tahun lalu. Harga daging, unggas, ikan dan telur juga turun 0,4% untuk bulan ini tetapi naik 11,7% secara tahunan.

Lonjakan menandai bulan yang berat bagi konsumen, yang telah menderita karena melonjaknya harga untuk segala hal mulai dari tiket pesawat hingga mobil bekas hingga bacon dan telur.

Pendapatan Riil Turun Tajam

Bagi pekerja, angka tersebut berarti pukulan lain untuk dompet mereka. Ini karena pendapatan yang disesuaikan dengan inflasi, berdasarkan pendapatan per jam rata-rata, turun 1% untuk bulan itu dan turun 3,6% dari tahun lalu. 

Pembuat kebijakan telah berjuang untuk menemukan jawaban atas situasi yang berakar pada berbagai faktor ini. Inflasi tinggi disebabkan rantai pasokan yang tersumbat, permintaan barang yang terlalu besar daripada layanan, dan triliunan dolar dalam pengeluaran stimulus terkait Covid yang telah membuat konsumen dibanjiri uang tunai dan dihadapkan pada masalah. 

Pejabat Federal Reserve telah menaikkan suku bunga sebesar 1,5% dan akan terus menaikkan bunga hngga inflasi Amerika mendekati tingkat target jangka panjang 2%.

Pejabat Gedung Putih menyalahkan kenaikan harga pada invasi Rusia ke Ukraina, meskipun inflasi sudah bergerak lebih tinggi secara agresif sebelum serangan Februari itu. Presiden Joe Biden telah meminta pemilik pompa bensin untuk menurunkan harga.

Pemerintah AS juga menyalahkan perusahaan yang menggunakan pandemi sebagai alasan untuk menaikkan harga. Laba perusahaan-perusahaan Amerika setelah pajak meningkat hanya 1,3% secara agregat sejak kuartal kedua tahun 2021 ketika kenaikan inflasi terjadi.

Dalam sebuah pernyataan setelah laporan tersebut, Biden mengatakan  bahwa mengatasi inflasi saat ini adalah prioritas utamanya. Ia juga mengulangi seruan sebelumnya kepada perusahaan minyak dan gas untuk menurunkan harga. Biden juga meminta kongres untuk memberikan suara pada undang-undang yang katanya akan mengurangi biaya untuk berbagai produk dan layanan.