Pemerintah menaikkan harga BBM jenis Pertalite, Solar, dan Pertamax pada awal bulan lalu sehingga mengerek inflasi pada September mencapai 5,95% secara tahunan. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut kenaikan harga BBM secara historis menyebabkan inflasi tinggi selama dua bulan sejak kebijakan berlaku atau akan berlangsung hingga Oktober.
BPS sebetulnya tidak mengeluarkan data proyeksi inflasi ke depan. Namun, Kepala BPS Margo Yuwono menyebut, data 2014 bisa menjadi acuan untuk melihat tren inflasi setelah adanya kenaikan harga BBM. Data menunjukan kenaikan harga BBM berdampak maksimal dua bulan sejak dimulainya kebijakan dan mulai melandai pada bulan ketiga.
"Dari catatan BPS, pada bulan September belum semua daerah melakukan penyesuaian pada kelompok transportasi dan ini perlu diwaspadai bagaimana kondisinya bulan Oktober 2022," kata Margo dalam diskusi daring, Senin (3/10).
Jika belajar dari kenaikan harga BBM pada November 2014, lonjakan inflasi langsung terlihat pada bulan itu juga. Inflasi kemudian melanjutkan kenaikan pada bulan berikutnya, sebelum akhirnya mulai melandai pada awal tahun 2015.
Margo juga mengungkap sejumlah sektor paling rentan akibat kenaikan harga BBM. Mengacu pada data inflasi 2014, sektor paling signifikan terpengaruh kenaikan BBM, antara lain bahan makanan, minuman dan tembakau, perumahan, air listrik dan gas, sektor transportasi, komunikasi dan jasa keuangan.
Adapun indeks harga konsumen (IHK) pada September 2022 melonjak 1,17% secara bulanan, naik dari bulan sebelumnya deflasi 0,21%. Inflasi secara tahunan juga meningkat ke 5,95% setelah bulan sebelumnya mengindikasikan adanya penurunan.
"Inflasi yang terjadi pada September sebesar 1,17% secara bulanan merupakan inflasi tertinggi sejak Desember 2014. Saat itu, inflasi mencapai 2,46%." kata Margo.
Margo menjelaskan, penyumbang utama inflasi pada kelompok ini berasal dari bensin yang memberi andil 0,89% terhadap inflasi bulan lalu. Kenaikan harga BBM ikut menyeret kenaikan harga barang lainnya, yakni tarif angkutan dalam kota yang memberi andil inflasi 0,09%. Kenaikan harga solar juga menyumbang inflasi 0,03%, tarif angkutan antar kota memberi andil 0,03% serta kenaikan tarif angkutan ojek online dan taksi online masing-masing memberi andil 0,02% dan 0,01%.
Namun, harga sejumlah komoditas pangan mencatatkan penurunan secara bulanan. Kelompok makanan, minuman dan tembakau mencatat deflasi 0,30% secara bulanan dan memberi andil deflais 0,08% bulan lalu.
Sejumlah komoditas penyumbang deflasi, antara lain bawang merah sebesar 0,06% secara bulanan, disusul cabai merah 0,05%, minyak goreng 0,03%, tomat 0,02%, cabai rawit 0,02% serta ikan segar 0,01%. Deflasi sejumlah komoditas pangan ini terjadi karena adanya panen raya di sejumlah sentra produksi hortikultura sehingga suplainya cukup.
"Jadi inflasi di September ini lebih karena kenaikan harga BBM, dan juga di sektor transportasi, sementara mampu diredam karena untuk kelompok makanan dan minuman dan tembakau ini mengalami deflasi di September," kata Margo.