Kementerian Keuangan dan Kejaksaan Agung membahas tindak lanjut menagih pertanggungjawaban Lapindo Brantas. Anak usaha Bakrie Group tersebut memiliki utang sebesar Rp 2,5 triliun kepada negara terkait dana talangan ganti rugi korban semburan lumpur Lapindo.
Direktur Jenderal Kekayaan NEgara (DJKN) Rionald Silaban mengatakan institusinya telah memberikan kuasa kepada Kejagung untuk mekanisme pertanggungjawaban Lapindo.
"Bagaimana nanti kami menentukan pertanggungjawaban dari pihak tersebut, kami sedang dalam diskusi dengan Kejagung terkait langkah apa yang akan diambil," kata Rio dalam diskusi dengan wartawan, Jumat (14/10).
Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2021, nilai piutang negara kepada Lapindo sebesar Rp 2,55 triliun sampai akhir tahun lalu. Nilainya naik dari Rp 2,23 triliun setahun sebelumnya. Adapun nilai pokok utang tersebut sebesar Rp 773 miliar, sisanya merupakan bunga dan denda keterlambatan pengembalian pinjaman.
Utang ini merupakan dana talangan penanggulanagn lumpur Lapindo yang dibayarkan pemerintah pada 2015. Pemerintah menyiapkan dana sebagai pelunasan pembayaran langsung terutama untuk tanah dan bangunan dalam Peta Area Terdampak (PAT) 22 Maret 2007. Dana yang telah digunakan tersebut menjadi pinjaman Lapindo Brantas Inc atau PT Minarak Lapindo Jaya kepada negara.
Perusahaan, pada pertengahan 2019 lalu, juga sempat menawarkan asetnya untuk membayar utang kepada pemerintah. Aset yang ditawarkan terdapat di wilayah terdampak lumpur Lapindo. Jika nilai aset tersebut masih tak cukup untuk melunasi utang, Lapindo akan memberikan asetnya di wilayah lain.
Upaya lainnya, Lapindo juga sempat mengajukan skema pertukaran utang dengan pemerintah. Perusahaan menganggap pemerintah memiliki utang sebesar US$ 138,2 juta atau sekitar Rp 1,9 triliun kepada perseroan. Klaim utang tersebut berasal dari penggantian biaya eksplorasi minyak dan gas atau cost recovery.
Namun, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas kemudian menyebut klaim Lapindo tersebut tidak tepat. Lapindo belum berhasil menemukan cadangan migas sehingga belum bisa mendapatkan biaya penggantian.
Pertengahan tahun lalu, cucu usaha Grup Bakrie itu diketahui juga telah bersurat ke Kementerian Keuangan terkait skema pelunasan utangnya. Namun tidak ada kejelasan terkait mekanisme apa yang mereka tawarkan.
Dalam diskusi dengan media awal tahun ini, Rio mengatakan pihaknya telah meminta kepada tim penilai untuk menghitung nilai aset-aset yang berada di kawasan lumpur. "Ini untuk berjaga-jaga bahwa yang bersangkutan nanti tidak bisa membayar dan kita harus menerima tanah tersebut," ujarnya, (26/1).