Nilai tukar rupiah semakin melemah dan menembus Rp 15.600 per dolar AS pada perdagangan siang ini. Rupiah tetap melemah meski Bank Indonesia telah mengambil langkah pengetatan moneter dengan menaikkan suku bunga acuan 0,5% menjadi 4,75% pada kemarin.
Mengutip Bloomberg, rupiah melemah 35 poin atau 0,22% ke level Rp 15.606 per dolar AS hingga pukul 11.20 WIB. Rupiah semakin loyo dari posisi pembukaan di Rp 15.581 per dolar AS.
Meski demikian, rupiah tak melemah sendirian terhadap dolar AS. Yuan Cina melemah 0,44%, baht Thailand 0,45%, ringgit Malaysia 0,22%, won Korea Selatan 0,49%, dolar Singapura 0,2%, dan yen Jepang 0,18%. Sementara itu, peso Filipina menguat 0,03% dan ringgit India stabil.
Direktur Eksekutif PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi melihat rupiah akan tertekan hari in sekalipun Bank Indonesia telah mengumumkan kenaikan suku bunga lagi sebesar 0,5% kemarin. BI telah menaikkan suku bunga sebanyak tiga kali pada tahun ini sebesar 1,25% menjadi 4,75%.
"Mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif pada perdagangan hari ini tetapi akan ditutup melemah di rentang Rp 15.500-Rp 15.600 per dolar AS," kata Ibrahim dalam risetnya dikutip Jumat (21/10).
Ia mengatakan, depresiasi rupiah saat ini bukan mencerminkan penurunan karena fundamental rupiah tetapi didominasi sentimen eksternal. Dolar AS terus menguat di tengah perhatian pasar tertuju pada sentimen terbaru kenaikan suku bunga The Fed.
"Pejabat The Fed juga melanjutkan retorika hawkish mereka, Presiden The Fed Minneapolis Neel Kashkari mengatakan bahwa permintaan pasar kerja AS tetap kuat dan tekanan inflasi mungkin belum mencapai puncaknya," kata Ibrahim.
The Fed dijadwalkan kembali menggelar pertemuan pembuat kebijakan awal pekan depan. Mayoritas pasar berekspektasi kenaikan suku bunga 75 bps akan kembali diambil.
Gubernur BI Perry Warjiyo memutuskan untuk menaikkan suku bunga usai menggelar Rapat Dewan Gubernur, kemarin (20/10). Ia mengatakan, kenaikan suku bunga dilakukan untuk menurunkan inflasi ke sasaran target 2% hingga 4% lebih cepat, yakni pada paruh pertama tahun ini.
Selain itu, menurut dia, kenaikan bunga dibutuhkan untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan nilai fundamentalnya. Nilai tukar rupiah belakangan melemah akibat semakin kuatnya mata uang dolar AS dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global. Meski demikian, menurut dia, depresiasi rupiah masih lebih baik dibandingkan banyak negara lain.