BI: Potensi Makin Besar Negara Maju Masuk Resesi

123RF.com/alphaspirit
Ilustrasi resesi
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Yuliawati
18/11/2022, 14.26 WIB

Situasi yang rumit tersebut tentu akan memberi dampak ke dalam negeri. Kenaikan inflasi tinggi telah direspon dengan pengetatan moneter di banyak bank sentral lewat kenaikan suku bunga. Langkah ini telah mendorong keluarnya modal asing dari negara berkembang menuju AS. Walhasil terjadi depresiasi di banyak mata uang negara berkembang, termasuk rupiah Indonesia.

Meski demikian, Solikin mengaku situasi ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh positif meskipun situasi dunia sulit. Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama empat kuartal berturut-turut di kisaran 5%. Kinerja ini didukung oleh permintaan domestik serta investasi yang tumbuh semakin kuat.

"Bagaimana kemudian kita melihat dampaknya ke Indonesia, Kita bersyukur kita memiliki ruang kebijakan yang begitu besar," kata Solikin.

Ruang kebijakan yang luas maksud dia terutama saat pemerintah masih bisa menahan agar inflasi tidak melonjak tinggi. Hal ini dilakukan dengan memberi subsidi untuk BBM hingga listrik dengan anggaran jumbo.

Dengan begitu inflasi tidak naik signifikan dan suku bunga juga tidak perlu dikerek secepat bank sentral negara lain. Kenaikan suku bunga BI juga diklaim tidak seagresif negara lain yang bahkan disebutnya sudah 'hancur-hancuran' karena harus memerangi inflasi tinggi.

Ia menyebut kenaikan suku bunga yang dilakukan BI beberapa bulan terakhir menjadi pilihan terakhir. Pasalnya bank sentral masih mempertimbangkan kondisi pemulihan ekonomi. Meski demikian, berbagai bauran kebijakan bank sentral lainnya tetap diarahkan untuk mendukung pertumbuhan seperti makroprudensial dan sistem pembayaran.

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said