Rancangan Undang-Undang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (PPSK) memuat pasal-pasal kontroversial terkait politisi di tubuh Bank Indonesia. Draft terakhir yang merupakan hasil pembahasan panitia kerja pemerintah dan DPR berubah drastis dari yang diusulkan Senayan sebelumnya.
Mengutip draft, RUU PPSK yang terbaru memuat perubahan pasal 40 dalam UU Bank Indonesia. Pada bagian itu berbunyi, syarat untuk diangkat sebagai anggota Dewan Gubernur BI terdiri atas empat poin. Tiga diantaranya merupakan poin yang sama dengan yang ada dalam UU yang lama, baik UU 23 tahun 1999 maupun dalam amandemen 2004. Satu persyaratan baru yakni calon anggota bukan dari pengurus atau anggota partai politik pada saat pencalonan.
Dalam draft RUU PPSK yang lama, Senayan sebetulnya tidak berniat mengutak-atik terkait pasal tersebut. Artinya, penambahan syarat baru tersebut merupakan hasil pembahasan di tingkat pantia kerja antara pemerintah dan DPR.
Selain pasal 40 tersebut, pasal kontroversial lainnya yakni pasal 47 terkait larangan anggota Dewan Gubernur BI menjadi anggota atau pengurus partai politik. Draft terbaru RUU PPSK mengembalikan aturan tersebut kepada beleid lama UU 23 tahun 1999.
Pasal 47 ayat 1 berbunyi, anggota Dewan Gubernur BI baik sendiri maupun bersama-sama dilarang,
- Mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung pada perusahaan manapun juga
- Merangkap jabatan pada lembaga lain kecuali karena kedudukannya wajib memangku jabatan tersebut
- Menjadi pengurus atau anggota partai politik.
Dalam draft yang diusulkan DPR sebelumnya, poin ketiga, yakni larangan menjadi pengurus dan atau anggota partai politik dihapuskan. Meski demikian, penghapusan poin ketiga ini sebetulnya juga sudah dilakukan dalam revisi UU BI 2004.
Selain itu, dalam draft usulan DPR itu sebetulnya masih memuat soal larangan menjadi anggota atau pengurus partai politik, tetapi tidak secara eksplisit termuat di dalam batang tubuh. Pada bagian penjelasan pasal 47, yang termasuk larangan rangkap jabatan pada lembaga lain yakni rangkap jabatan sebagai pengurus partai politik.
Pasal 47 dalam drat RUU PPSK usulan DPR itu sempat menuai pro kontra karena dinilai menjadi upaya Senayan menggoyang independensi bank sentral. Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah mengkritisi langkah DPR masih mempertahankan ketentuan lama tersebut. Ia menyarankan agar ketentuan pasal 47 tersebut kembali seperti beleid awal UU 3 tahun 1999 yang memuat adanya larangan bagi anggota dewan gubernur yang bergabung sebagai anggota partai politik.
"Bank sentral itu banyak sekali kekuasaan kewenangannya, sementara politisi itu pasti walaupun tidak menjabat pun kalau backgroundnya politisi, itu akan sangat mudah dia dipengaruhi oleh teman-temannya yang politisi," kata Piter kepada Katadata.co.id saat diwawancara akhir September lalu dan masih menjabat Direktur Riset CORE Indonesia.
Tidak adanya ayat khusus yang melarang anggota dewan gubernur bergabung sebagai anggota partai politik membuka peluang para politisi masuk ke tubuh bank sentral lewat usulan Presiden. Hal ini dinilai sangat berbahaya karena bisa mengintervensi berbagai kebijakan Bank indonesia, termasuk keputusan kebijakan moneter hingga tugas dalam pencetakan uang.
Hal ini juga bisa mempengaruhi kepercayaan dunia internasional terhadap Bank Indonesia. Padahal, sejauh ini, Piter melihat BI mempunyai citra yang sangat baik di dunia internasional dengan berbagai kebijakannya yang berjalan baik.
"Tidak pernah ada (politisi) yang masuk ke BI, selalu dari teknokrat dan profesional. Jangan pernah diawali politisi masuk ke sana, sudah cukup Badan pemeriksa Keuangan (BPK) saja yang begitu," kata Piter.