Beda Nasib Ekonomi Jokowi vs SBY: Pertumbuhan Ekonomi Hingga Utang

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/hp.
Ilustrasi. Pertumbuhan ekonomi pada 2022 sebesar 5,31% merupakan yang tertinggi sejak tahun lalu.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
10/2/2023, 18.00 WIB

Soal pertumbuhan ekonomi, SBY mungkin lebih sukses, tetapi Jokowi lebih unggul dalam hal menurunkan masalah ketimpangan si kaya dan si miskin. Meski pertumbuhan ekonomi kuat, rasio gini pada era SBY justru naik dari 0,35 menjadi 0,41 dalam delapan tahun pertama kepemimpinannya. Sebaliknya, Jokowi menurunkan rasio gini dari 0,41 menjadi 0,38.

Bagaimana Soal Utang?

Selama delapan tahun era Jokowi, utang pemerintah meningkat hampir tiga kali lipat menjadi Rp 7.733 triliun pada akhir tahun lalu. Sebaliknya, utang di era SBY naik 52%. Utang di era Jokowi naik signifikan padahal pertumbuhan ekonominya juga tidak begitu bersinar.

Namun seperti halnya pertumbuhan ekonomi, soal utang di era jokowi juga harus melihat situasi 2020. Pandemi menyebabkan utang pemerintah bertambah hampir 1.3000 triliun hanya dalam setahun. 

Hal ini tidak mengejutkan karena penerimaan negara saat tahun pertama pandemi anjlok karena ekonomi tertahan. Ini artinya setoran pajak dan sumber penerimaan negara lainnya menyusut. Sebaliknya, besarnya kebutuhan penanganan pandemi menyebabkan belanja negara membengkak dan defisit juga jauh lebih besar.

Namun, sebelum pandemi pun penarikan utang di era Jokowi memang lebih besar. Rasio utang terhadap PDB selama periode pertama SBY menyusut tajam 28,7 point presentasi menjadi 28,3% PDB. Pada era Jokowi kembali naik 5,1 poin menjadi 29,8%  PDB.

"Memang di era Jokowi utang naik lebih agresif, pendanaan utang lebih besar saat semakin besar memberikan injeksi modal ke BUMN dan pembangunan infrastruktur. Namun memang dampak utang untuk pembangunan infrastruktur ke ekonomi baru akan terasa di jangka panjang," kata Tauhid.

Meski demikian, Kementerian Keuangan berulang kali memastikan pengelolaan utang saat ini dalam batas aman. Ada beberapa kabar baik, terutama karena proporsi utang dalam bentuk mata uang lokal rupiah terus naik. sebaliknya utang mata uang asing alias valas terus menyusut.


1

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said