Rupiah Menguat 0,7% Sepekan ke Rp 15.345 di Tengah Krisis Perbankan AS

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc.
Petugas menunjukan uang pecahan rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (3/1/2023).
Penulis: Abdul Azis Said
17/3/2023, 17.08 WIB

Di sisi lain, kejatuhan tiga bank di AS beberapa waktu terakhir juga mendorong berkembangnya ekspektasi bahwa The Fed tak akan agresif mengerek suku bunga. Alasannya, salah satu penyebab kejatuhan SVB diduga karena suku bunga yang terus naik agresif.

"Sentimen yang mendukung rupiah yakni The Fed diperkirakan lebih dovish pada pertemuan mendatang, serta bank-bank yang mengalami masalah diharapkan akan memperoleh dukungan dari pemerintah," kata Lukman dalam catatannya.

Perhatian pasar terfokus kepada krisis perbankan di AS sekalipun banyak data positif yang dirilis sepakan ini. Dari dalam negeri, surplus neraca dagang Februari jauh di atas ekspektasi pasar. Dari eksternal, indeks harga produsen mengalami deflasi 0,1% secara bulanan dari perkiraan pasar akan inflais 0,3%.

Lukman menyebut sentimen krisis perbankan di AS masih akan jadi perhatian pasar pada pekan depan. Selain itu pasar jug menantikan rapat pembuat kebijakan The Fed tanggal 22 Maret. Dari dalam negeri, tak ada berita dan data ekonomi utama yang ditunggu pasar.

"Rupiah berpotensi menguat apabila The Fed yang diperkirakan mungkin akan bersikap dovish pada pertemuan minggu depan," kata Lukman.

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said