Hadapi Protes, Kemenkeu Siap Berdialog dengan Inul Bahas Pajak Hiburan

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/YU
Pendangdut Inul Daratista beraksi pada acara "Pestapora 2022" di Gambir Expo Kemayoran, Jakarta, Jumat (23/9/2022). Dalam acara tersebut Inul membawakan sejumlah lagu seperti Buaya Buntung, Masa Lalu, dan Goyang Inul.
17/1/2024, 08.45 WIB

Sejumlah pengusaha protes terhadap penetapan pajak hiburan yang dinilai terlalu tinggi. Mereka adalah penyanyi Inul Daratista, pengacara Hotman Paris, pengusaha spa dan pengusaha di sektor jasa pariwisata.

Kementerian Keuangan turut merespon protes tersebut dan berencana untuk mengadakan pertemuan dengan pelaku usaha untuk mendiskusikan terkait pajak hiburan tersebut. 

“Kami bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif akan berbicara dengan para pelaku usaha hiburan spa dan karaoke. Kemenparekraf sepakat untuk kita bicara dengan asosiasi, kami akan jadwalkan,” kata Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kemenkeu, Lydia Kurniawati Christyana dilansir dari Antara, Rabu (17/1).

Dia menyatakan, bahwa pemerintah sangat terbuka bila ada ketentuan yang tidak disetujui atau butuh uji materi (judicial review). Sementara terkait proses uji materi yang dilakukan oleh Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali, Kemenkeu akan memberikan pernyataan saat sidang dilakukan.

Pemda Bisa Atur Insentif Fiskal Pajak Hiburan

Lidya mengatakan, pemerintah daerah dapat mengatur insentif fiskal terkait pajak hiburan.

"Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), terdapat kewenangan pemerintah daerah untuk memberikan insentif fiskal,” kata dia.

Kewenangan tersebut tertuang dalam Pasal 101 UU HKPD. Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa gubernur/bupati/wali kota dapat memberikan insentif fiskal kepada pelaku usaha di daerahnya dalam mendukung kebijakan kemudahan berinvestasi.

Insentif fiskal yang dimaksud berupa pengurangan, keringanan, dan pembebasan, atau penghapusan pokok pajak, pajak retribusi, dan/atau sanksinya.

Detail aturan pemberian insentif tertuang pada Pasal 99 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Pemberian insentif ini mempertimbangkan kepatuhan pembayaran dan pelaporan pajak oleh wajib pajak selama dua tahun terakhir, kesinambungan usaha dan penanaman modal wajib pajak/wajib retribusi terhadap perekonomian daerah dan lapangan kerja di daerah yang bersangkutan, serta faktor lain yang ditentukan oleh kepala daerah.

Pengusaha Bisa Ajukan Keringanan Pajak

Dengan demikian, para pengusaha yang merasa keberatan dengan tarif pajak daerah, bisa mengajukan insentif fiskal berupa pengurangan pajak. Namun harus melalui persetujuan pemerintah daerah masing-masing.

“Jadi kalau saat ini memang belum mampu dengan tarif 40% silahkan berdasarkan assesment daerahnya, melakukan pengurangan pokok pajaknya," ujar Lydia.

Namun pemberian insetif tersebut mempertimbangkan sejumlah aspek mulai dari kemampuan membayar wajib pajak dan kondisi tertentu wajib pajak seperti bencana alam.

“Tapi, kita lihat laporan keuangannya. Jika kepala daerah melihat kondisi sosial ekonomi memang memerlukan perlakuan khusus, maka insentif fiskal bisa diberikan secara massal,” ujar Lydia.

Adapun pertimbangan selanjutnya, jika keringanan pajak tersebut untuk mendukung dan melindungi pelaku usaha. Kemudian mendukung pemerintah dalam membangun program prioritas daerah.

“Kalau dia (pengusaha) ada izin usahanya dan dikategorikan mikro dan ultra mikro, maka kepala daerah bisa memberikan insentif fiskal,” ujar Lydia.

Persoalan ini ramai usai Inul dan Hotman Paris mengeluhkan besaran tarif pajak hiburan. Sejumlah pengusaha spa dan pebisnis di sektor jasa pariwisata juga bersikap sama.

Salah satunya yaitu Wakil Ketua Umum (WKU) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah Sarman Simanjorang yang menilai kebijakan tersebut dilakukan tidak tepat karena pengusaha industri pariwisata baru saja bangkit dari pandemi Covid-19.

Adapun kebijakan pajak daerah sebesar 40% hingga 75% hanya berlaku untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa. Sementara untuk 11 jenis pajak hiburan lainnya, tarif yang ditetapkan sesuai UU HKPD yaitu maksimal 10%.

Ketentuan pajak tersebut tertuang dalam undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Kebijakan ini mulai berlaku sejak diundangkan pada 5 Januari 2024. 

Reporter: Antara, Zahwa Madjid