Kabar mundurnya Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan terus bergulir dalam beberapa hari terakhir. Namun kabar tersebut akhirnya dibantah secara langsung oleh Sri Mulyani
Bendahara Negara ini memastikan dirinya masih bekerja di kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo. "Masa? Ini masih kerja," kata Sri Mulyani di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (19/1).
Kabar mundur itu seakan mengingatkan kembali pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Tepat pada 5 Mei 2010, Sri Mulyani resmi mengundurkan diri sebagai Menkeu.
Dia kemudian mendapat tugas baru sebagai Managing Director Bank Dunia yang membawahi tiga wilayah, yaitu Amerika Latin dan Karibia, Asia-Pasifik, serta Afrika Utara. Dia mulai bekerja pada 1 Juni 2010.
Keputusannya mengundurkan diri ini terjadi di tengah panasnya skandal Bank Century. Sehingga menyerat nama Sri Mulyani sebagai Menkeu saat itu.
Walau begitu, pilihannya untuk pindah ke Bank Dunia dinilai cukup mengejutkan bagi kalangan dunia usaha dan mendapat sentimen negatif terhadap pasar.
Pada 5 Mei 2010, saham-saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) kompak melemah pada sesi pagi. Kemudian ditutup tertekan setelah ada laporan Sri Mulyani mundur sebagai Menkeu dan menerima jabatan baru di Bank Dunia.
Lalu, bagaimana dampaknya jika Sri Mulyani hengkang dari Kabinet Jokowi?
Analis Mata Uang Lukman Leong menilai, risiko pengunduran diri Sri Mulyani akan memberikan sentimen negatif terhadap investor dan indeks harga saham gabunga (IHSG). Apalagi, jika dikaitkan dengan Pilpres 2024.
"Sama halnya dengan IHSG, rupiah juga akan tertekan jika Sri Mulyani mundur. Walau khusus rupiah, faktor eksternal lebih mendominasi dan BI akan berusaha mengintervensi pelemahan rupiah," kata Lukman kapada Katadata.co.id, Jumat (19/1).
Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad juga menilai hal yang sama. Tapi bagi Taufid, efek pengunduran diri Sri Mulyani terhadap ekonomi dan pasar hanya bersifat sementara atau jangka pendek yakni sekitar seminggu hingga dua minggu.
"Wajar IHSG akan melemah tapi sifatnya sementara. Kenapa IHSG akan melemah, karena Sri Mulyani orang paling berpengaruh di bidang keuangan atau moneter, orang yang mengurusi APBN, yang merupakan urat nadi keuangan negara," kata Tauhid.
Menurut Tauhid, ada dua alasan kenapa dampak mundurnya Sri Mulyani hanya bersifat sementara. Pertama, Sri Mulyani sudah memasuki masa transisi pemerintahan baru jelang Pilpres 2024. Kedua, tidak ada kasus besar atau krisis yang memberi efek terhadap ekonomi.
"Sekarang tidak ada kasus besar [yang beri efek besar terhadap ekonomi]. Artinya, saat ini hanya kasus-kasus masa lalu saja yang belum selesai," kata Tauhid.
Pengaruhi Kepercayaan Investor dan Kreditur
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai Sri Mulyani merupakan sosok yang punya kredibilitas, sehingga belum ada yang bisa menggantikannya sebagai Menkeu di kabinet Jokowi.
"Begitu Sri Mulyani dan menteri-menteri lain meninggalkan kabinet, maka efeknya akan terjadi shock kepada kepercayaan investor dan kreditur. Konsekuensinya akan susah dapat pinjaman dan kerja sama investasi," kata Bhima.
Menurut Bhima, dengan terganggunya kepercayaan investor, maka akan memengaruhi program transisi energi yang saat ini masih proses negoisasi dalam program Just Energy Transition Partneship (JETP). Bahkan program ini bisa jalan ditempat atau dibatalkan.
Proyek Pemerintah Berpotensi Terganggu
Selain itu, kata Bhima, ada potensi proyek pemerintahan lain akan terganggu dan investor lebih memilih menaruh dananya ke luar negeri. Kemudian akan memengaruhi stabilitas nilai tukar rupiah.
Dengan dampak yang begitu besar, kemunduran Sri Mulyani akan berisiko tinggi. Maka dengan kabar mundurnya Sri Mulyani tersebut, bagi Bhima, sebagai bentuk shock therapy terhadap kebijakan Jokowi.
"Beberapa proyek infrastruktur mau digenjot, tapi anggarannya nggak ada, misalnya pembangunan IKN, ini akan menimbulkan konflik secara moral juga bagi Sri Mulyani," kata Bhima.
Jika Sri Mulyani masih bertahan, kata Bhima, maka kredibilitasnya akan dipertanyakan. Karena, kebijakan ekonomi Indonesia dinilai rapuh dan kepercayaan internasional sekarang juga bergantung pada Sri Mulyani.
"Hampir tidak ada, investor yang percaya langsung kepada Jokowi. Tentu perantara melewati Sri Mulyani atau Luhut Binsar Pandjaitan misalnya, tapi kredibilitas Sri Mulyani masih sangat penting di kabinet Jokowi," ujarnya.