Bayar Utang Jatuh Tempo, Cadangan Devisa RI Turun di Awal 2024

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.
Petugas mengecek uang tunai sebelum didistribusikan melalui kantor cabang dan mesin ATM di Pooling Cash Plaza Mandiri, Jakarta, Kamis (8/9/2022). Bank Indonesia (BI) mencatat cadangan devisa Indonesia pada akhir Agustus 2022 stagnan sebesar 132,2 miliar dollar AS jika dibandingkan pada Juli lalu yang juga sebesar 132,2 miliar dollar AS.
7/2/2024, 12.59 WIB

Cadangan devisa Indonesia mengalami penurunan pada awal tahun 2024. Penurunan cadangan devisa tersebut karena pemerintah membayar utang luar negeri yang sudah jatuh tempo.

Cadangan devisa adalah aset yang dimiliki oleh bank sentral dan otoritas moneter berupa mata uang asing atau instrumen keuangan lainnya. Biasanya, cadangan devisa digunakan untuk bayar utang luar negeri dan menjaga stabilitas ekonomi.

Bank Indonesia (BI) mengatakan, cadangan devisa Indonesia pada akhir Januari 2024 mencapai US$ 145,1 miliar, menurun dibandingkan dengan posisi Desember 2023 sebesar US$ 146,4 miliar.

"Penurunan posisi cadangan devisa ini antara lain dipengaruhi jatuh tempo pembayaran utang luar negeri pemerintah," kata Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono di Jakarta, Rabu (7/2).

Erwin mengatakan, posisi cadangan devisa itu setara dengan pembiayaan 6,6 bulan impor atau 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.

"Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," kata Erwin.

Cadangan Devisa Akan Tetap Memadai

Bank Indonesia memperkirakan cadangan devisa akan tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan sinergi respons bauran kebijakan yang ditempuh BI dan pemerintah.

"Hal ini untuk menjaga stabilitas makroekonomi serta sistem keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," kata Erwin.

Sementara itu, surplus neraca perdagangan Indonesia berlanjut pada Desember 2023 sebesar US$ 3,31 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan surplus pada November 2023 sebesar US$ 2,41 miliar.

Dengan perkembangan tersebut, neraca perdagangan Indonesia pada Januari-Desember 2023 mencatat surplus US$ 36,93 miliar. Capaian ini melanjutkan surplus pada periode yang sama tahun 2022 sebesar US$ 54,46 miliar.

“Bank Indonesia memandang perkembangan ini positif untuk menopang ketahanan eksternal perekonomian Indonesia lebih lanjut,” ujar Erwin pada Selasa (16/1).

Surplus Neraca Perdagangan

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pencapaian surplus tersebut didorong oleh sektor nonmigas yang berkontribusi hingga US$ 5,20 miliar, namun tereduksi oleh defisit sektor migas senilai US$ 1,89 miliar.

Selain didukung kinerja positif ekspor nonmigas, peningkatan juga tetap kuat pada ekspor komoditas berbasis sumber daya alam seperti batu bara dan bijih logam. Kemudian ditopang oleh produk manufaktur mesin dan peralatan mekanis.

Berdasarkan negara tujuan, ekspor non migas ke Cina, Amerika Serikat, dan India tetap menjadi kontributor utama ekspor Indonesia "Namun neraca perdagangan komoditas migas tercatat defisit US$ 1,89 miliar dengan komoditas penyumbang defisit adalah hasil minyak dan minyak mentah," kata Erwin.

Sebaliknya, neraca perdagangan nonmigas justru kantongi surplus US$ 5,20 dengan komoditas penyumbang surplus seperti bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan, besi dan baja.

“Ke depan, sinergi akan diperkuat dan kebijakan dengan pemerintah dan otoritas lain guna terus meningkatkan ketahanan eksternal dan mendukung pemulihan ekonomi nasional,” ujar Erwin.

Reporter: Ferrika Lukmana Sari