Kemenkeu Pantau Dampak Perlambatan Ekonomi Global Terhadap Ekspor RI

ANTARA FOTO/Andry Denisah/Spt.
Foto udara aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Kendari New Port, Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (20/2/2024). Badan Pusat Statistik (BPS) setempat mencatat jumlah eskpor sepanjang 2023 mencapai 2.329 ton atau naik 4,71 persen dibandingkan tahun sebelumnya hanya mencapai 2.224 ton.
16/3/2024, 15.17 WIB

Kementerian Keuangan atau Kemenkeu akan terus memantau dampak perlambatan ekonomi global terhadap ekonomi nasional. Sebab, perlambatan tersebut berdampak pada neraca perdagangan dan ekspor Indonesia.

"Pemerintah menyiapkan langkah antisipasi melalui dorongan terhadap keberlanjutan hilirisasi sumber daya alam, peningkatan daya saing produk ekspor nasional, serta diversifikasi mitra dagang utama,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu dalam keterangan resmi, Sabtu (16/3).

Dampaknya sudah terasa dengan penurunan ekspor Indonesia. Tercatat nilai ekspor Indonesia pada Februari 2024 mencapai US$ 19,31 miliar, turun 9,45% yoy. Penurunan ini terutama dari ekspor nonmigas sebesar 10,15% yoy karena anjloknya permintaan batu bara, besi dan baja, serta minyak sawit.

Febrio menyebut, moderasi harga komoditas dan penurunan volume perdagangan global menjadi penyebab menurunnya ekspor nonmigas Indonesia. Secara sektoral, penurunan terjadi pada ekspor produk industri pengolahan sebesar 11,49% yoy

"Kemudian sektor pertambangan dan lainnya turun sebesar 7,54% yoy, sementara sektor pertanian tumbuh 16,91% (yoy). Secara kumulatif, total ekspor pada periode Januari – Februari 2024 mencapai US$ 39,80 miliar," kata dia.

Impor RI Naik pada Februari 2024

Di tengah penurunan ekspor, impor Indonesia justru naik. Impor Indonesia pada Februari 2024 mencapai US$ 18,44 miliar, tumbuh 5,84% yoy. Dia bilang peningkatan impor didorong oleh sektor nonmigas yang tumbuh 14,42% yoy dan sektor migas naik sebesar 23,82% yoy.

"Peningkatan impor juga dipengaruhi oleh kenaikan impor komoditas utama seperti bahan baku plastik, mesin/peralatan mekanis, dan mesin/perlengkapan elektrik," kata Febrio.

Dari sisi penggunaan, peningkatan impor terutama berasal dari impor barang konsumsi sebesar 36,49% yoy, barang modal sebesar 18,52% yoy, dan impor bahan baku atau penolong sebesar 12,82% yoy.

Febrio mengatakan, tren peningkatan impor Indonesia pada awal tahun 2024 menjadi sinyal membaiknya aktivitas ekonomi domestik. Secara kumulatif, total impor Indonesia pada periode Januari – Februari 2024 mencapai US$ 39,93 miliar.

"Impor nonmigas masih didominasi oleh Cina, Jepang, dan Thailand dengan share masing-masing sebesar 38,29%, 7,54% dan 6,44%," kata Febrio.

Sementara neraca perdagangan pada bulan Februari melanjutkan surplus sebesar US$ 0,87 miliar. Secara kumulatif, surplus neraca perdagangan Indonesia pada periode Januari – Februari 2024 mencapai US$ 2,87 miliar.

Menurut Febrio, berlanjutnya surplus neraca perdagangan mencerminkan posisi eksternal Indonesia yang masih cukup resilien di tengah gejolak ekonomi global yang masih tinggi. "Kendati demikian, pemerintah akan terus mengantisipasi risiko global yang ada untuk memitigasi dampaknya pada ekonomi nasional," ujarnya.

Reporter: Ferrika Lukmana Sari