Presiden terpilih Prabowo Subianto dikabarkan akan meningkatan rasio utang Indonesia mendekati 50% terhadap produk domestik bruto (PDB) dalam lima tahun ke depan.
Nilai itu naik signifikan dibandingkan rasio utang yang dipatok pada 2025 di rentang 37,98%-38,71%. Walaupun, berdasarkan UU No.17/2023 batas aman rasio utang pemerintah sebesar 60% terhadap PDB.
Berdasarkan sumber Bloomberg, peningkatan utang tersebut untuk membiayai berbagai program yang diinisiasi Prabowo dalam janji kampanye lalu. Peningkatan rasio utang secara bertahap akan memberi ruang bagi tim ekonomi Prabowo menyesuaikan hambatan apa pun.
Hal ini akan membuat utang Indonesia mendekati 50% dari PDB pada akhir masa jabatan Prabowo. Dari rasio utang 39% pada tahun ini, yang berpotensi mencapai tingkat tertinggi sejak 2004.
"Walau Prabowo telah membicarakan banyak kemungkinan peningkatan utang selama kampanye, namun komitmen soal utang dan terkait perinciannya tidak diketahui jelas," tulis Bloomberg dikutip Jumat (14/6).
Langkah ini akan menandai perubahan penting bagi Indonesia, yang selama ini mengandalkan kebijakan fiskal konservatif untuk menjaga kepercayaan investor. Karena pemerintah secara ketat mematuhi batas defisit APBN sebesar 3% dari PDB.
Kemudian batas rasio utang terhadap PDB maksimum 60% sejak krisis keuangan Asia 1997 melanda, kecuali saat pandemi. Hal ini telah membantu utang Indonesia mendapatkan peringkat layak investasi meski pendapatan negara masih lemah.
Sumber ini menambahkan, bahwa rasio utang 50% dipandang sebagai tingkat optimal untuk meyakinkan investor terhadap komitmen pemerintah untuk mengelola fiskal lebih berhati-hati. Sementara rasio utang lebih dari 60% dapat menimbulkan kekhawatiran pasar.
"Meskipun ini masih dalam rencana untuk saat ini, diskusi juga sedang berlangsung dan usulan tersebut mungkin saja berubah," kata sumber tersebut.
Program Makan Siang Gratis
Anggota Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo - Gibran, Thomas Djiwandono mengatakan, fokus Prabowo terkait penyesuaian program-program prioritas terutama pangan dan gizi dalam APBN 2025.
"Program ini diharapkan sejalan dengan target yang ditetapkan pemerintah dengan tetap memastikan fiskal yang lebih hati-hati. Sementara obrolan apa pun di luar, itu hanyalah opini dan bukan posisi formal kami," katanya.
Prabowo membutuhkan dana besar untuk memenuhi janji kampanyenya seperti makan siang gratis yang diperkirakan akan menelan biaya Rp 460 triliun per tahun, lebih besar dari jumlah dana yang dibutuhkan untuk memenuhi janji kampanyenya.
Jika dia menaikkan rasio utang menjadi 50%, maka rasio utang Indonesia masih berada di bawah negara tetangga Malaysia, Thailand, dan Singapura yang melampaui 60%.
Menaikkan rasio utang ini tidak gratis. Kepala Ekonomi Bank Permata Josua Pardede sudah mewanti-wanti pembayaran utang atau pinjaman pemerintah bisa makin mahal karena suku bunga tinggi masih membayangi pasar domestik maupun global.
"Selain itu, volatilitas mata uang dapat membuat penetapan harga tidak bisa diandalkan, karena rupiah baru-baru ini menyentuh titik terendah dalam empat tahun terakhir," kata Josua.
Kualitas Belanja Pemerintah
Warisan utang yang ditinggalkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah tinggi. Dia menaikkan rasio utang terhadap PDB sebesar 5 poin pada masa jabatan pertamanya untuk mendanai pembangunan infrastruktur, dan sebesar 5 poin pada masa jabatan kedua untuk menangani krisis pandemi.
Peningkatan tersebut mempunyai dampak yang tidak langsung selama bertahun-tahun. Pemerintah akan menghabiskan Rp 500 triliun untuk membayar bunga utang yang menghabiskan 15% dari seluruh anggaran pada tahun ini.
Ekonom Bloomberg Economics Tamara Henderson menilai, tujuan dan kualitas belanja pemerintah adalah kunci untuk menjamin kepercayaan pasar. Pemerintah bisa menaikan rasio utang yang masuk akal jika dibelanjakan dengan bijak.
Dia mencontohkannya, alokasi belanja pemerintah bisa digunakan untuk menutupi kesenjangan infrastruktur utama dan meningkatkan sumber daya manusia (SDM) secara merata.
“Peningkatan rasio utang secara perlahan akan lebih baik daripada ada lonjakan [utang secara] tajam, karena Anda tidak ingin menakuti investor atau lembaga pemeringkat,” kata Henderson.
“Selain itu, Anda ingin memastikan uang tersebut dimanfaatkan dengan baik. Misalnya, kontrak kerja diberikan kepada penyedia pekerjaan terbaik, dan tidak berakhir di rekening pribadi seseorang," ujarnya.