Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu buka suara soal rencana produk impor Cina akan dikenakan bea bea masuk hingga 200%.
Febrio mengatakan, rencana tersebut masih dibahas oleh berbagai pihak terkait, termasuk Kementerian perindustrian. Pembahasan ini sampai ke sektor hulu hingga hilir.
"Mulai dari bahan baku seperti serat, lalu sampai kain, sampai pakaian jadi. Itu kan semuanya ada produksi di Indonesia," kata Febrio di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (4/7).
Ia menuturkan bahwa pemerintah ingin menjaga agar produksi di Indonesia bisa tetap berjalan dengan baik di tengah kondisi Cina yang tengah mengalami kelebihan kapasitas (overcapacity), sehingga menyebabkan ekspor yang berlebih dan terjadinya praktik dumping.
"Sehingga kita melihat bagaimana produksi di Indonesia ini bisa tetap berjalan dengan baik di tengah sekarang memang kondisi di Tiongkok terutama overcapacity, jadi memang terjadi ekspor yang berlebihan dan kadang-kadang juga bisa terbukti bahwa mereka menjual dengan dumping," ujarnya.
Antisipasi Praktik Dumping
Dumping merupakan praktik dagang yang dilakukan oleh eksportir dengan cara menjual barang di luar negeri dengan harga yang lebih murah dibandingkan harga di dalam negeri.
"Ini yang sedang kita siapkan sama-sama, ada Kementerian Perindustrian, ada Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian juga diskusi dengan asosiasi-asosiasi, sehingga kita lihat secara lengkap dari hulu sampai hilirnya. Nanti kita akan segera putuskan untuk bisa dituangkan menjadi tarif yang disepakati," ujarnya.
Untuk itu, lintas pemangku kepentingan masih membahas besaran atau tarif bea masuk yang akan disepakati. Sehingga, kebijakan ini tidak hanya dibahas oleh BKF Kemenkeu.
"Jadi kalau tata kelolanya, ada masukan dari industri yang bersangkutan, lalu itu dirapatkan, ada dua level rapatnya tim kepentingan nasional yang pertama, lalu terakhir di tim tarif, nanti akan kita putuskan," ujarnya.
Alasan Mendag Kenakan Bea Masuk 200%
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan berencana mengenakan bea masuk hingga 200% untuk barang-barang impor asal Cina untuk menyikapi persoalan perang dagang antara Negeri Tirai Bambu itu dengan Amerika Serikat (AS).
Perang dagang tersebut telah menyebabkan terjadinya "over capacity" dan "over supply" di Cina. Sehingga Indonesia kebanjiran produk asal Cina dari pakaian, baja, tekstil, dan lainnya, karena pasar negara-negara Barat menolak mereka.
"Maka satu hari dua hari ini, mudah-mudahan sudah selesai permendagnya. Jika sudah selesai, maka dikenakan apa yang kita sebut sebagai bea masuk, kita pakai tarif sebagai jalan keluar untuk perlindungan atas barang-barang yang deras masuk ke sini," ujar Zulkifli, di Bandung, Jawa Barat, Jumat (28/6).
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta kepada Kementerian Perdagangan dan juga kementerian/lembaga agar dapat melibatkan pelaku usaha, asosiasi, dan himpunan melalui forum dialog guna penyempurnaan kebijakan dan menghindari semua dampak negatif yang mungkin timbul.
Kadin mengimbau agar Kementerian Perdagangan, tetap mendukung semangat Fasilitasi Perdagangan dan Iklim Kemudahan Berusaha, sehingga pertumbuhan kinerja ekspor nasional maupun iklim investasi tetap bertumbuh dan terjaga.
"Kami mendorong agar kebijakan pembatasan impor tidak menyulitkan dunia usaha dan industri dalam mendapatkan bahan baku dan penolong sekaligus," kata Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Organisasi, Hukum, dan Komunikasi Kadin Indonesia Yukki Nugrahawan Hanafi di Jakarta, Rabu (3/7).
Selain itu, secara bersamaan, Kadin juga berharap kebijakan pemerintah bisa memastikan iklim investasi di Indonesia tetap kondusif dan dapat meningkatkan penguatan industri bagi daya saing yang lebih baik.