Kementerian Keuangan (Kemenkeu) buka suara mengenai nasib rumah dinas anggota DPR di kawasan Kalibata, Jakarta yang tak dihuni lagi. Rencananya, rumah itu akan dikelola oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Rionald Silaban mengatakan, pihaknya akan mengadakan pertemuan dengan Sekretaris Jenderal DPR untuk mengurus administrasi rumah dinas tersebut.
"Saya rasa dalam waktu dekat, akan ada pembicaraan dan memang kemudian dari pengguna barang diserahkan kembali, artinya kepada pengelola," kata Rionald di Jakarta, Kamis (10/10).
Dalam hal ini, DJKN Kemenkeu berkedudukan sebagai pengelola rumah dinas DPR tersebut. "Jadi, kita menunggu prosesnya saja," ujar Rionald.
Sebelumnya Sekretariat Jenderal DPR menerbitkan surat bernomor B/733/RT.01/09/202. Dalam surat tertanggal 25 September 2024 itu disebutkan bahwa anggota DPR periode 2024-2029 tak lagi mendapat rumah.
Surat itu memuat tiga poin utama yang menjelaskan fasilitas baru sebagai pengganti rumah dinas. Pertama, anggota DPR periode 2024-2029 akan diberikan tunjangan perumahan dan tidak diberikan fasilitas Rumah Jabatan Anggota (RJA).
Kedua, pemberian tunjangan perumahan diberikan terhitung sejak anggota DPR periode 2024-2029 dilantik. Adapun poin ketiga, anggota DPR yang mendapat tunjangan perumahan, maka tidak berhak menempati Rumah Jabatan Anggota.
Rumah Dinas DPR Terdapat Tikus dan Atap Bocor
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR Indra Iskandar mengakui bahwa 45% dari 596 rumah yang ada di Komplek Rumah Jabatan Anggota (RJA) DPR masih dalam kategori layak untuk dihuni.
Walaupun begitu, pihaknya masih kerap menerima keluhan dari para penghuni rumah dinas tersebut. Keluhan rumah dinas DPR itu disampaikan melalui aplikasi Perjaka (Perawatan Rumah Jabatan Kalibata).
"Memang kalau dibuat klasifikasi ada rumah yang kondisinya masih baik, ada yang kurang baik, dan ada juga yang memang kondisinya cukup masuk parah," kata Indra saat konferensi pers di RJA DPR di Kalibata, Jakarta, Senin (7/10).
Di samping itu, sebagian rumah dinas itu ada yang ditempati oleh tim ahli, karena sejumlah anggota DPR sudah mempunyai rumah tinggal di kawasan Jabodetabek.
Selain masalah fisik seperti tembok yang rembes atau atap yang bocor, rumah dinas itu memiliki permasalahan gangguan dari tikus. Dia menduga keberadaan tikus-tikus itu karena lingkungan rumah dinas dekat dengan sungai dan tempat sampah.
Beban APBN Bisa Makin Berat
Sejumlah ekonom mengkritik rencana pemberian tunjangan rumah untuk anggota DPR sebesar Rp 30 juta hingga Rp 50 juta. Hal itu seakan-akan menujukan bahwa para anggota DPR tidak memiliki empati di tengah kondisi ekonomi sulit saat ini.
Rencana ini juga dianggap tidak masuk akal karena daya beli tengah masyarakat dan jumlah kelas menengah menurun. Belum lagi, pemerintah bakal menarik iuran untuk program Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera.
Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai usulan tunjangan ini dapat membebani APBN. “Karena APBN digelontorkan untuk tunjangan rumah anggota dan perawatan rumah dinas. Memang bagi kesekretariatan DPR merupakan uang kecil, bagi rakyat kecil uang miliaran tersebut bisa berarti,” ujar Huda.
Padahal, uang tunjangan tersebut bisa menyokong program makan bergizi gratis yang layak dengan gizi seimbang bagi delapan ribu anak setiap hari dalam setahun.
“Gizi anggota dewan sudah sehat semua. Tapi mereka tidak memikirkan dan tidak punya rasa empati buat berbagi ke masyarakat miskin,” kata Huda.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal juga menilai rencana tunjangan ini bakal membebani APBN. Karena kondisi fiskal sudah sangat terbatas untuk membiayai program-program pemerintah.
“Seharusnya pengeluaran APBN ini sangat selektif dan diprioritaskan untuk mengangkat pendapatan masyarakat,” ujar Faisal.
Dengan begitu, benefit apapun yang akan diberikan kepada ASN, pejabat tinggi, dan termasuk juga anggota DPR harus menyesuaikan kondisi APBN. Sehingga, benefit yang ada saat ini harus diarahkan kepada masyarakat kelas menengah dan bawah.