Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai pada US$ 3,26 miliar pada September 2024. Torehan surplus perdagangan tersebut berkat kontribusi komoditas nonmigas.
"Neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 53 bulan berturut-turut sejak Mei 2020," kata Pelaksana Tugas Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers, Selasa (15/10).
Secara kumulatif dari Januari-September 2024, surplus neraca perdagangan mencapai US$ 21,98 miliar. Nilai ini lebih tinggi dari surplus pada bulan lalu yang mencapai US$ 0,48 miliar, tetapi lebih rendah dibandingkan September 2023 senilai US$ 3,41 miliar.
Amalia menyebut torehan surplus berkat kontribusi komoditas nonmigas sebesar US$ 4,62 miliar pada September 2024. "Komoditas yang memberikan sumbangsih surplus utama adalah bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan nabati, dan besi baja.
Berdasarkan data BPS, nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 22,08 miliar pada September 2024. Nilai ekspor ini turun 5,80% dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai US$ 23,56 miliar.
Amalia menjelaskan penyebab penurunan ekspor karena dipicu penurunan ekspor nonmigas sebesar 5,96% menjadi US$ 20,91 miliar pada September 2024. "Sementara ekspor migas mencapai US$ 1,17 miliar atau turun 2,81%," ujar Amalia.
Sementara nilai impor Indonesia mencapai US$ 18,82 miliar pada September 2024. Angka tersebut naik 8,55% dibandingkan periode yang sama pada 2023. Lalu secara bulanan, impor Indonesia turun 8,91% dibandingkan Agustus 2024.
Proyeksi Surplus Neraca Perdagangan
Sebelumnya, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memproyeksikan neraca perdagangan surplus US$ 2,92 miliar pada September 2024. Prakiraan ini sedikit lebih tinggi dari surplus bulan sebelumnya sebesar US$ 2,9 miliar.
Sementara kinerja ekspor diperkirakan turun 3,85% secara bulanan meski laju ekspor tahunan naik 9,21%. “Laju bulanan ekspor yang terkontraksi pada September 2024 dipengaruhi oleh penurunan harga komoditas batu bara yang secara rata-rata turun sekitar 4,5% secara bulanan (mtm) sepanjang September,” kata Josua.
Selain itu, tren penurunan aktivitas manufaktur global yang terindikasi dari PMI manufaktur dari sebagian besar mitra dagang utama Indonesia juga melanjutkan tren penurunan. Kondisi ini terjadi di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Cina, dan Eropa masih berada dalam fase kontraktif.
Di sisi yang lain, kinerja impor bulanan juga diperkirakan turun 4,5% mtm meski laju tahunan ekspor diperkirakan naik 13,8% pada September 2024. Penurunan kinerja impor dipengaruhi oleh potensi penurunan impor migas dan nonmigas.
“Tren penurunan harga minyak brent pada September 2024 mencapai 7,6% secara bulanan diperkirakan akan memengaruhi penurunan impor migas,” ujar Josua.
Josua juga menyoroti faktor musiman yang menyebabkan penurunan impor non-migas pada September 2024 dan juga terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Jika ini terus berlanjut, maka akan memengaruhi kinerja impor nonmigas Indonesia.