Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa pemerintah sudah menyiapkan sejumlah tahapan untuk menyelamatkan PT Sri Rejeki Isman (Sritex) yang sudah dinyatakan pailit. Pemerintah juga akan membuka pembicaraan dengan kurator.
Masalah Sritex kini sudah berada di tangan kurator setelah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang. "Dengan demikian pemerintah akan berbicara dengan kurator, kata Airlangga di JCC, Jakarta, Rabu (30/10).
Pemerintah juga melakukan koordinasi dengan Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan terkait keberlanjutan proses operasional Sritex setelah dinyatakan pailit. "Pabrik itu harus tetap berjalan. Oleh karena itu, ekspornya akan terus berjalan," ujar Airlangga.
Tahapan selanjutnya berupa proses kasasi yang merupakan upaya hukum oleh suatu pihak jika tidak puas dengan putusan pengadilan. Proses ini dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada Mahkamah Agung (MA).
"Kita ikuti saja proses hukum yang sedang berjalan. Tetapi kita tetap menjaga agar tidak ada kegiatan dari pabrik yang terhenti," kata Airlangga.
Sedangkan Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman memastikan penyelamatan Sritex berdasarkan arahan Presiden Prabowo Subianto. Penyelamatan itu perlu dilakukan karena keberlanjutan Sritex berdampak pada perusahaan lain.
"Karena harus dipahami, dampak ke perusahaan-perusahaan garmen, industri tekstil ini kan banyak pekerja yang bergantung di situ," ujar Maman saat ditemui di lokasi yang sama.
Kontribusi Sritex di Industri Tekstil
Selama 58 tahun, Sritex telah menjadi bagian dari industri tekstil di Indonesia. Sebagai perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara, Sritex telah berkontribusi bagi Solo Raya, Jawa Tengah, dan Indonesia.
Manajemen Sritex menyebut 14.112 karyawan, bersama 50 ribu karyawan dalam Grup Sritex ikut terdampak akibat masalah ini. Bahkan banyak usaha kecil dan menengah lain yang juga bergantung pada aktivitas bisnis Sritex.
Sritex juga memiliki deretan utang kepada sejumlah bank. Tercatat beban tanggungan Sritex mencapai US$ 1,6 miliar atau sekitar Rp 25,17 triliun yang di dalamnya terdapat sejumlah utang bank pada Maret 2024.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, Sritex memiliki deretan utang jangka panjang dengan total US$ 848,25 juta atau setara Rp 13,27 triliun pada kuartal I 2024. Dalam hal ini, utang terbesar Sritex kepada PT Bank Central Asia (BCA) senilai US$ 71,98 juta atau sekitar Rp 1,12 triliun.
Utang terbesar kedua kepada State Bank of India, Singapore Branch senilai US$ 43,88 juta atau Rp 686,65 juta. Sritex juga memiliki utang kepada PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten sebesar US$ 34.46 juta, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah senilai US$ 25,07 juta dan Bank DKI senilai US$ 9,45 juta.