Konsumsi Rumah Tangga Melambat pada Kuartal III 2024, BPS Ungkap Penyebabnya
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2024. Namun laju konsumsi rumah tangga pada periode ini justru melambat.
Pelaksana Tugas Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan komponen pengeluaran yang memberikan kontribusi terbesar terhadap produk domestik bruto (PDB) adalah konsumsi rumah tangga dengan porsi 53,08% pada triwulan III 2024.
“Komponen ini tumbuh 4,91% yang menunjukkan masih terjaganya tingkat konsumsi masyarakat,” kata Amalia dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (5/11).
Meski begitu, laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada periode ini cenderung lebih rendah jika dibandingkan kuartal III 2023 yang mencapai 5,05%. Sementara pada periode yang sama pada 2022, konsumsi rumah tangga tembus 5,40%.
Jika dibandingkan kuartal II 2024, konsumsi rumah tangga hanya turun tipis. Tercatat konsumsi rumah tangga mencapai 4,93% pada kuartal II 2024. “Ini tipis melambatnya, sangat tipis hanya 0,02%,” ujar Amalia.
Amalia menyebut komponen konsumsi rumah tangga yang relatif melambat dari kelompok pakaian, alas kaki, dan jasa perawatan. Lalu dari kelompok perumahan, kelengkapan rumah tangga serta kesehatan dan pendidikan.
Pelemahan Daya Beli Masyarakat
Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai pertumbuhan ekonomi dan konsumsi rumah tangga pada kuartal III 2024 memperlihatkan data yang menarik.
Karena perlambatan konsumsi rumah dibarengi dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Tercatat pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 4,95% pada kuartal III 2024. Nilai ini lebih rendah sejak kuartal IV 2023.
Sebab, pertumbuhan Indonesia mampu mencapai 5,04% pada kuartal IV 2023. Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga sempat menyentuh 5,11% pada kuartal I dan 5,05% pada kuartal II 2024
“Memang terjadi penurunan daya beli masyarakat, di mana pertumbuhan konsumsi rumah tangga melambat. Artinya, daya beli masyarakat yang menurun tidak bisa dielakkan lagi oleh pemerintah,” kata Huda.
Menurut Huda, pelemahan daya beli ini berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang juga melambat. Dari sisi sektoral, penyediaan akomodasi dan makanan minuman, serta transportasi juga melambat.
“Yang menguat justru industri pengolahan dan pertambangan. Saya rasa industri pengolahan hasil tambang mempunyai pertumbuhan yang positif,” ujar Huda.
Dari sisi produksi, BPS mencatat lapangan usaha penyediaan akomodasi, makan dan minum mengalami pertumbuhan tertinggi mencapai 9,29%. Sementara dari sisi pengeluaran, komponen pengeluaran konsumsi lembaga nonprofit rumah tangga (PK-LNPRT) mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 15,10%.