Indonesia resmi bergabung dengan BRICS pada 6 Januari 2025 dan memperkuat posisinya dalam blok ekonomi non-Barat yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Cina, serta Afrika Selatan.
Dengan bergabungnya Indonesia, peluang ekonomi Indonesia semakin terbuka, terutama dalam sektor ekspor nonmigas yang sudah menunjukkan kontribusi signifikan dari negara-negara anggota BRICS.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa sepanjang 2024, ekspor nonmigas Indonesia ke lima negara anggota BRICS mencapai US$ 84,37 miliar atau setara Rp 1.375 triliun (kurs: Rp 16.298 per dolar AS). Nilai ini berkontribusi 33,91% terhadap total ekspor nonmigas Indonesia yang tercatat US$ 264,7 miliar.
Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti menyebutkan kontribusi terbesar berasal dari ekspor ke Cina, yang mencapai 24,2% dari total ekspor nonmigas Indonesia, dengan komoditas utama berupa besi dan baja senilai US$ 16,07 miliar.
"Ekspor ke Cina ini memberikan kontribusi sebesar 24,2% dari total ekspor nonmigas Indonesia dengan komoditas ekspor terbesarnya adalah besi dan baja senilai US$ 16,07 miliar," ujar Amalia dalam konferensi pers, Rabu (15/1).
Ekspor nonmigas Indonesia ke India menyumbang 8,17% dari total ekspor Indonesia, dengan komoditas utama berupa batu bara dan minyak kelapa sawit. Sementara itu, ekspor ke Afrika Selatan tercatat paling kecil, hanya mencapai US$ 0,78 miliar.
"Komoditas utama yang diekspor oleh Indonesia ke Afrika Selatan adalah kelompok lemak dan minyak hewan nabati senilai US$ 316,72 juta," kata Amalia.
Mengurangi Ketergantungan dengan AS dan Eropa
Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mencatat bahwa porsi ekonomi negara-negara BRICS telah meningkat pesat, dari 15,66% pada 1990 menjadi 32% pada 2022.
Menurut Huda, bergabungnya Indonesia dengan BRICS membuka peluang untuk mengurangi ketergantungan pada pasar tradisional seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
"Eropa pun sebenarnya sudah mulai rese dengan kebijakan ekspor Indonesia dimana sering terlibat perselisihan dalam hal perdagangan global. Salah satunya adalah hambatan EUDR untuk komoditas kelapa sawit," ujarnya.
Huda juga melihat peluang besar bagi Indonesia untuk memperkuat akses ke pasar Timur Tengah, sejalan dengan keinginan pemerintah.
Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Askar, menambahkan bahwa BRICS mencakup negara-negara ekonomi besar seperti Cina dan India, yang memiliki pangsa ekonomi global sekitar 40%.
Dengan akses ke pasar besar ini, Indonesia dapat meningkatkan ekspor komoditas seperti minyak kelapa sawit (CPO), batu bara, dan produk manufaktur.
"Ekspor CPO Indonesia ke India mencapai 20% dari total ekspor, dan angka ini berpotensi meningkat jika hubungan dagang diperkuat dalam kerangka BRICS," kata Media.