Single Profile Wajib Pajak: Efisiensi Perpajakan Naik, Kebocoran Data Mengintai

Arief Kamaludin | KATADATA
Gedung Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Jakarta.
Penulis: Rahayu Subekti
Editor: Sorta Tobing
14/11/2025, 17.20 WIB

Pemerintah tengah menyiapkan penerapan profil tunggal atau single profile wajib pajak yang menjadi salah satu langkah strategis dalam reformasi administrasi perpajakan. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kemenkeu 2025-2029.

Single profile wajib pajak ini merupakan sistem yang dibuat untuk pengguna jasa kepabeanan dan cukai melalui data tunggal. Hal ini dilakukan dengan menerapkan integrasi data Direktorat Jenderal Bea Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak dengan lembaga terkait.

Para ekonom menilai kebijakan ini punya potensi besar namun juga risiko yang tidak boleh disepelekan. Terlebih untuk memastikan sistem ini bisa memberikan efisiensi dan terjamin akurasinya.

Efisiensi Naik, Penerimaan Bisa Mengalir

Ekonom Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan dengan data yang terintegrasi, otoritas pajak bisa melakukan profil risiko lebih akurat. Sistem ini juga mendeteksi ketidakpatuhan sejak dini dan menghindari tumpang tindih pemeriksaan antar unit.

Layanan restitusi, keberatan, hingga kepabeanan juga bisa berjalan lebih cepat dan tepat sasaran. “Ini karena basisnya sudah benar-benar data driven,” kata Yusuf kepada Katadata.co.id, Jumat (14/11).

Integrasi data lintas sektor tidak hanya memperbaiki proses, tetapi juga membuka potensi fiskal baru. Yusuf menilai single profile dapat meningkatkan penerimaan negara tanpa perlu menaikkan tarif pajak.

Data yang lengkap dapat menutup celah penghindaran pajak, memperluas basis pajak, hingga mengungkap aktivitas ekonomi yang selama ini tidak terpantau. “Dengan kepatuhan sukarela yang lebih tinggi dan penindakan lebih presisi, penerimaan negara dapat naik dengan sendirinya,” ujar Yusuf.

Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi juga menguatkan pandangan tersebut. Integrasi data memungkinkan model risiko yang mampu menarik data pajak, arus impor-ekspor, dan histori kepatuhan sekaligus. Pemeriksaan menjadi terarah hanya pada wajib pajak berisiko tinggi.

Lebih Mudah untuk Dunia Usaha

Jika implementasinya rapi, Syafruddin menilai, single profile membuka kenyamanan baru bagi wajib pajak, terutama pelaku usaha.

Ia menyoroti konsistensi data lintas unit mempercepat proses keberatan, restitusi, atau klarifikasi. “Ini dilakukan tanpa permintaan dokumen berulang. Wajib pajak merasakan kepastian karena keputusan berbasis data yang sama di semua unit,” ujarnya.

Risiko Kebocoran Data

Sentralisasi data sebesar ini tentu membawa risiko yang tidak bisa disepelekan. Baik Yusuf maupun Syafruddin menilai aspek perlindungan data adalah titik paling krusial.

Risikonya berlapis pada:

  • Kebocoran data sensitif.
  • Salah padan identitas (mismatch).
  • False positive dalam pemeringkatan risiko, yang bisa memberatkan wajib pajak yang sebenarnya patuh.

Syafruddin menegaskan perlunya pagar pengaman yang kuat sejak desain awal. Hal ini seperti privacy-by-design, akses data berbasis peran, jejak audit ketat, dan hak koreksi data bagi wajib pajak.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

Reporter: Rahayu Subekti